Cak Mif, Tonggak yang Bisa Diandalkan
“Pakde Mif kuwi dependable.” Itulah kalimat pertama Mas Sabrang saat ditanya bagaimana sosok Cak Mif ketika reporter BMJ menemuinya di lobi sebuah hotel di Surabaya. Menurut Mas Sabrang, pakdenya termasuk sosok yang tidak banyak bicara tapi bisa diandalkan ketika dibutuhkan. Sehingga pantas adanya apabila dalam keluarga Bani Muhammad, Cak Mif laksana sebilah “tonggak” dalam satu bangunan yang bisa diandalkan dalam hal apa saja dan kapan saja.
Cak Nun juga pernah menekankan kepada anak-anaknya poin penting dari sosok Cak Mif, yaitu soal keputusan besar meneruskan perjuangan sang ayah untuk mengelola sebuah sekolah. Walau dengan ikhlas harus melepas kuliahnya. “Pakde Mif termasuk tatag dalam hal mengambil keputusan,” ujar Mas Sabrang.
Kerelaan dan keikhlasan Cak Mif untuk melepas kuliah S1 jurusan Farmasi UGM Yogyakarta, yang bisa dibilang tinggal selangkah lagi dan memilih mengelola sekolah, adalah keputusan yang sangat tinggi nilainya di hadapan keluarga. Satu keputusan yang tepat lagi bijaksana apabila diukur menggunakan situasi kondisi saat itu. Bahwa kemudian pendidikan sarjananya tidak bisa diselesaikan, Cak Mif sama sekali tidak menyesal.
Mas Sabrang sendiri sejak kecil memang dekat dengan Cak Mif. Kedekatannya dengan pakdenya ini tidak terlepas dari dunia yang digeluti Cak Mif. Yaitu dunia sains. Semasa SD, Cak Mif adalah orang yang berperan besar dalam membantu eksperimen-eksperimen Mas Sabrang. Terutama dalam menyuplai bahan-bahan kimia. Sehingga, dalam setiap kesempatan bertemu dengan Cak Mif, Mas Sabrang selalu meminta suplai bahan kimia. “Dari keluarga Simbah itu yang paling saintis ya Pakde Mif”, kata Mas Sabrang.
Pengalaman Mas Sabrang dalam berinteraksi dengan Cak Mif kala itu melekat kuat di ingatannya. Tentang ketertarikannya sejak SD pada dunia sains, khususnya fisika dan matematika, memang tidak secara langsung dipengaruhi oleh pakdenya. Namun Mas Sabrang mengakui bahwa karena minatnya itulah ia berkesempatan belajar banyak ke Cak Mif. Tidak jarang Cak Mif menjadi rujukan bagi Mas Sabrang untuk berdiskusi tentang banyak hal, khususnya dunia sains.
Dan, selanjutnya kita ketahui bersama bahwa ayah dua anak bernama lengkap Sabrang Mowo Damar Panuluh ini akhirnya mengambil dua jurusan. Yaitu matematika dan fisika, di University of Alberta, Kanada.
***
Ketika perbincangan beralih ke bingkai yang berhubungan dengan ayahnya, si sulung ini melihat bahwa Cak Nun merupakan sosok orangtua yang sangat memberi kebebasan kepada semua anak-anaknya. Yang terpenting adalah dalam setiap pemilihan keputusan harus kuat argumentasi dan jelas hulu-hilirnya. Hal inilah yang benar-benar diasah kepada anak-anaknya.
“Aku taren tuku radio wae 3 dino,” kenang Mas Sabrang yang menggambarkan bahwa keinginannya untuk memiliki sebuah radio kala itu. Ternyata harus melewati proses dialektika argumentasi yang alot dan detail selama tiga hari bersama ayahnya. Sampai benar-benar permintaan tersebut bisa diterima oleh Cak Nun. Hal tersebut juga berlaku pada semua buah hati Cak Nun: Hayya, Jembar, dan Rampak.
Tentang pendidikan dalam keluarga, lelaki kelahiran Yogyakarta, 10 Juni 1979 ini bercerita bahwa dia sudah lancar membaca ketika masih berumur tiga tahun. Cak Nun sudah mengenalkan sungguh-sungguh dengan dunia baca kepada buah hatinya sejak dini. Ini pula yang membawa Mas Sabrang kemudian merasa “kebablasan” mengasyiki buku apa saja dengan beragam genre.
Berkaca dari cara ayahnya mendidik, Mas Sabrang akhirnya menemukan sebuah definisi terkait pendidikan di dalam keluarga. Yakni bahwa pendidikanbukan untuk diajarkan, namun pendidikan itu adalah menyediakan lingkungan, memberi ruang atau ekosistem serta melakukan upaya empowerment yang baik untuk si anak agar bisa bertumbuh. (Redaksi BMJ)