Bersatu-satu Tapi Beda
Asik bermain itu menyenangkan, tapi ternyata bisa juga bikin gugup. Tiba-tiba apa yang sudah tertanam dalam ingatan bisa ucul atau salah ucap keluarnya. Itu terjadi contohnya di Sinau Bareng di Lapangan Sidoluhur Godean dua hari lalu.
KiaiKanjeng sedang diminta Mbah Nun bermain-edukasi lewat simulasi lagu anak-anak untuk mengilustrasikan bagaimana kita mendefinisikan Indonesia, termasuk sampai ke memahami Bhinneka Tunggal Ika. Lewat aksi dan interaksi lucu dengan jamaah, trio Mas Doni-Mas Jijid-Mas Bayu mengajak jamaah nyanyi dalam lagu anak Kodok Ngorek, Topi Saya Bundar, dan Lihat Kebunku. Lucu juga, melihat jamaah, semuanya saja ya ibu-ibu dan bapak-bapak sudah tua-tua mau nyanyiin lagu anak-anak ini.
Di tengah interaksi itu ada satu kesempatan di mana dengan cepat mas Jijid melemparkan pertanyaan ke remaja-remaja Karang Taruna yang sedari awal diajak di panggung, “Apa arti Bhinneka Tunggal Ika?” Tanpa pikir panjang, karena pasti sudah hapal, satu di antara mereka langusng nyahut lantang, “bersatu-satu tapi beda.” Kontan semua jamaah menghambur tawanya. Dipastikan satu kali lagi sama Mas Jijid, jawabnya masih sama.
Kita tahu jawaban yang benar adalah “berbeda-beda tetapi tetap satu jua”. Kata bersatu-satu itu unik terdengar di telinga saya. Tapi yang pasti jawaban itu nambah bikin gembira semuanya. Makin gayeng. Ternyata, salah pun jadi peningkat kegembiraan, toh semua juga sudah mengerti apa arti yang benar.
Kegembiraan yang benar-benar gembira itu bahkan tetap berlangsung sampai ketika hujan turun, dan mereka semua tetap bertahan. Saya masih terkesan dengan bersatu-satu itu. Nalar dan rasa bahasa saya malah terbetot-betot dan bertanya-tanya, jangan-jangan lawan kata dari berbeda-beda itu adalah bersatu-satu.
Kita malah tak pernah memikirkan kosakata yang spontan terucap dari bibir dia itu, sebuah kata yang baru, atau sekurangnya tak pernah kita pakai. Dan, secara bunyi, ‘bersatu-satu tapi beda’ udah mirip dengan ‘berbeda-beda tapi tetap satu’ kok ya…