Berlatih Rahman Rahim
Mohon Pak Capres dan Pak Cawapres menunda sejenak untuk berpikir menjadi “Malik” (Raja), sebelum berlatih “Rahman” dan “Rahim” kepada rakyat.
Contoh kecil: cobalah cintai dan sayangi Yogya dan Aceh.
Kata “istimewa” pada nama Yogya dan Aceh, itu kemesraan persaudaraan nasional kah, atau simbolisme kebudayaan, ataukah idiom konstitusi?
Sebab beda-beda substansinya, hakekat dan syariatnya, manfaat dan resikonya.
Kalau itu soal persaudaraan dan budaya, maka tidak ada legalitas formalnya. Tapi kalau keistimewaan itu formal-konstitusional, bagaimana rumusan tata-kuasanya?
Para Capres dan Cawapres mohon membenahi pengertian kita semua tentang itu. Misalnya kalau Yogya dan Aceh itu istimewa, kenapa disebut Propinsi. Kalau propinsi, kenapa istimewa. Bagaimana prinsip otoritas dan struktur kewenangannya, kewajiban dan haknya di antara Pemerintah Pusat dengan Daerah Istimewa?
Secara “roso” (bukan rasa bukan rōsã), apakah Yogya dan Aceh itu bawahan Jakarta, ataukah semacam orangtuanya Indonesia.
(Mbah Nun bersama Masyarakat Maiyah)