CakNun.com

Aroma An-Nahdlah Terasa Sangat Menyengat di UNAIR

Catatan Sinau Bareng dalam rangka Dies Natalis UNAIR ke-64, 1 Desember 2018
Muhammad Zuriat Fadil
Waktu baca ± 6 menit

Saya jadi terpancing untuk membaca kitab-kitab para imam, apakah memang ada pernyataan bahwa mereka mendaku, mendirikan dan menamai aliran mazhabnya? Ataukah itu hanya pengikutnya menamakan demikian? Atau bahasa agak ilmiahnya: Penciptaan pola baru atau pembacaan-penamaan pola yang sudah ada? Islam mungkin satu-satunya agama yang menyatakan diri bahwa namanya Islam di dalam kitab utamanya (bukan kitab yang produk turunan atau tafsiran). Maka Islam adalah kelokan pola baru dalam evolusi tauhid, maka dia sah sebagai “innaddina ‘indallahil Islam“.

Setelah tantangan-tantangan pikiran yang diberikan Mbah Nun, akhirnya Unair malam ini mendapat hadiah spesial juga. Letto yang sedang berada di Surabaya, kemudian ikut menambah semaraknya kesyahduan malam. Tapi Letto bukan hanya datang untuk menghibur, hadiah keilmuan dan bekal cara pandang dari Mas Sabrang turut memperkaya khazanah.

Mas Sabrang membabarkan bahwa bekal pengalaman dan sejarah keterpurukan yang bisa disaksikan dan dibaca oleh generasi sekarang sudah sangat lengkap. Maka saat ini, pelan-pelan kita sedang menanjak pada kebangkitan. Tapi kewaspadaan perlu tetap dijaga.

Salah satu alasan kenapa Islam turun di Arab, karena sejahiliyahnya Arab dia selalu serius dengan kata-kata. Itu menjadi modal awal untuk Islam berkembang.”

Sedangkan kita sekarang ini, agaknya kurang serius dengan kata-kata. Bhineka Tunggal Ika terlalu sering kita tampilkan di panggung sampai-sampai kita lupa dia aslinya di mana. Mas Sabrang menjelaskan, pada tataran terendah orang butuh musuh bersama untuk bersatu. Tapi orang Jawa-Nusantara sudah punya gotong-royong, bersatu karena tujuan bukan karena satu musuh. “Kalau anda naik bis, anda tidak tahu siapa supirnya ndak masalah karena anda tahu tujuannya. Nah kita sekarang ini agak kurang jelas tujuannya,” konon begitulah ungkap pencetus tagar #KononAsu di Twitter ini.

Untuk Maiyah, tahapan sekarang ini mungkin bisa kita bilang, bukan lagi mencita-citakan kebangkitan tapi justru mewaspadai bentuk kebangkitan yang akan menjelang itu. Nomor-nomor Letto pun disajikan dari Ruang Rindu hingga Sandaran Hati.

Malam syahdu banyak kegembiraan dan padat ilmu, ada perdebatan-perdebatan kecil antara guru-murid itu asik karena berarti sudah mulai jalan kemandirian pikir. “Saya melihat, Maiyah ini adalah blueprint peradaban dunia, dan primadonanya ya Letto,” kata Mbah Nun. Ini, kalau bukan kebangkitan lantas apa?

Lainnya

Topik