Anak-Anak Muda Belajar Berkeluarga
Masih sekitar dua jam lagi acara Sinau Bareng Cak Nun dan KiaiKanjeng kerjasama BKKBN dengan Pondok Pesantren Segoro Agung Dalam Rangka Sosialisasi Program GENRE (Generasi Berencana) dimulai.
Saya tiba pukul 19.00 WIB di lokasi acara. Jamaah Maiyah, anak-anak muda, telah memadati halaman parkir GOR Delta Sidoarjo, dan terlihat sekali mereka setia menunggu. Mereka setia menanti. Kesetiaan yang sungguh teruji. Jujur, saya salut kepada mereka.
Bagaimana pula tidak, mereka datang lebih awal tidak dalam rangka mengkapling tempat duduk lalu berkuasa atas posisi itu. Sebaliknya, mereka malah saling berbagi tempat. Tikar plastik digelar. Duduk santai ngobrol sana ngobrol sini. Kopi panas tak lupa menemani.
Tenang dan mengalir, demikian suasana malam ini menyelimuti pra acara Sinau Bareng. Conditioning ini saya yakin berasal dari ketenangan rasa—akibat benih-benih al-muthahharun telah tertanam di ladang kesadaran.
Acara Maiyah bahkan telah dimulai oleh conditioning yang diselenggarakan oleh jamaah sendiri — sebelum Mbah Nun dan KiaiKanjeng hadir di depan mata mereka. Pemandangan ini bagai telaga bening yang menenteramkan hati.
Salah satu dari ribuan jamaah yang hadir adalah Reval Muhammad Santoso dari Bangil Pasuruan. Terhitung lima kali dia menghadiri Maiyahan di berbagai kota Jawa Timur. Kepada saya dia menuturkan pengakuannya, “Hidup saya mengalami perubahan setelah beberapa kali hadir di Maiyahan.” Yang seperti saya pahami sebagai ujud berlangsungnya transformasi dalam diri manusia, dalam hal ini berkat Maiyah. Maiyah bekerja menukik, bukan saja di wilayah pemikiran misalnya, tapi sampai ke kesadaran.
Begitulah Reval di mata saya. Ia adalah salah satu profil anak muda yang getol menghadiri Maiyah. Dan malam ini ribuan Reval duduk setia menyimak curahan ilmu dan mengasyiki aliran musik KiaiKanjeng.
Acara bertajuk Generasi Berencana sungguh tepat menghadirkan Cak Nun dan KiaiKanjeng. Generasi Maiyah yang rata-rata anak muda siap memetik butir pengalaman yang akan mengendap dalam laku hidup mereka. Anak-anak muda itu masih jomblo mungkin, tapi nanti kalau mereka masuk tahap berkeluarga, mereka sudah dapat sangu ilmu berkeluarga dari Maiyahan malam ini, yang saya yakin lebih lengkap dibanding bimbingan di KUA.
Mengawali Sinau Bareng ini kepada jamaah Mbah Nun menawarkan view dan sikap berpikir. “Jangan berpikir tidak jangkep,” kata Mbah Nun. “Penyakit manusia modern adalah mengambil unsur atau bagian yang bermanfaat saja, sambil melupakan bahkan membuang unsur atau bagian yang lain. Jangan mani’ (mencegah), tapi jadilah jami’ (keseluruhan, kebersamaan)!”
Bagaimana hubungan semua itu dengan keluarga? Keluarga memiliki makna yang mendalam dan ruang lingkup yang luas. Kita berkeluarga dengan diri sendiri. Anggota keluarganya adalah mata, hidung, tangan, kaki, jantung. Kalau kita sadar bahwa Allah bersemayam dalam kesadaran kita, itu berarti kita juga berkeluarga dengan Allah.
Lebih luas sosiologis lagi, selain berkeluarga dengan Ayah dan Ibu, kita memiliki keluarga bangsa, negara, dan umat manusia. Jadi ya, mau tak mau kita.perlu sadar betul bahwa sejatinya pelaku utama keluarga adalah Allah SWT yang diasisteni oleh Rasulullah. Allah adalah Kepala Keluarga kita semua. (Ahmad Saifullah Syahid)