7 Hari Masani Hajat Ngaji Bareng
Jangan pernah berhenti belajar dan meyakini tentang yang namanya manusia. Umpamanya bahwa ada manusia-manusia yang baik dan punya visi yang baik pula, dan memperjuangkannya. Tadi malam kami mendapati hal ini dari tuan rumah utama Ngaji Bareng yang diselenggarakan Kelurahan Sardonoharjo Ngaglik Sleman Yogyakarta, yaitu Pak Lurahnya sendiri yang masih cukup muda usia.
Sembari menanti kedatangan Mbah Nun, kami bertanya langsung kepada Pak Lurah mengapa mengundang Mbah Nun dan KiaiKanjeng. Jawabannya tidak seperti dalam lembar proposal atau permohonan acara pada umumnya, terutama pada tenaga kesungguhan yang dikandungnya. Pak Lurah menjawab, “Saya ingin warga saya, masyarakat Sardonoharjo, menjadi masyarakat Maiyah, masyarakat yang jembar pikire, jembar atine…”
Di hadapan Mbah Nun dan seluruh masyarakat yang hadir, pernyataan itu disampaikan langsung dan dipaparkan lebih jauh. Bahwa sesungguhnya agama adalah gagangé bukan pucuké, agama terlihat pada ekspresi kesalehan pemeluknya. Bahwa gula itu manis dan bukan gula kalau tidak manis, bahwa manusia itu baik, bahwa dulu orang menyayangi karena agama tetapi sekarang justru membenci karena agama. Kalimat-kalimat itu Pak Lurah petik dari ilmu yang disampaikan Mbah Nun dalam banyak Maiyahan, dan ditegaskan lebih dalam lagi, “Saya betul-betul belajar kepada Mbah Nun supados saé.”
Pak Lurah sangat sungguh-sungguh dengan yang dikatakannya. Sudah sejak 2009 Ia ingin menghadirkan Mbah Nun dan KiaiKanjeng agar masyarakat Sardonoharjo dapat belajar langsung kepada Mbah Nun. Bahkan untuk menyambut kedatangan dan bertemu Mbah Nun tadi malam, Ia puasa selama tujuh hari berturut-turut. Selain juga demi berjalan baiknya rangkaian acara HUT Desa Sardonoharjo yang ke-70 khususnya tercapainya harapan agar masyarakat menjadi masyarakat yang jembar pikire dan jembar atine.
Atas kehadiran Mbah Nun ini, meski dengan ekspresi penuh tawadlu, kebahagiaan itu tak bisa disembunyikannya. “Niki mimpi ingkang kedadèn, malam ini adalah mimpi yang terwujud,” katanya mengawali sambutannya.
Semalam pembelajaran yang diharapkan Pak Lurah benar-benar lengkap diberikan Mbah Nun dari ikhwal ndandani pemahaman mengenai agama, posisi manusia di hadapan Tuhan, posisi manusia kepada manusia, dan bagaimana bijak menghadapi banyak hal, semuanya dalam detail yang khas Mbah Nun.
Apa yang dikemukanan dan dialami Pak Lurah, yang bernama Harjuno Wiwoho ini, mengingatkan kami tentang apa yang kerap dikatakan Mbah Nun mengenai akan loading-nya ilmu yang disampaikannya di Maiyahan, tentang ndhedher satrio, tentang lahirnya generasi yang baru, dan kami merasa Pak Lurah berada dalam gelombang proses yang demikian ini. Perspektif-perspektif yang didapatkan dari Mbah Nun dijadikan visi dalam memimpin desanya.
Peringatan Ultah ke-70 Desa Sardonoharjo ini pun disambut meriah oleh segenap warga. Di hampir semua RT RW dan dusun terpasang umbul-umbul, ucapan ultah, dan warna-warni yang menghiasai jalan-jalan. Di berbagai titik, terpampang jadwal rangkaian kegiatan selama hampir sepekan, salah satunya adalah Ngaji Bareng bersama Mbah Nun dan KiaiKanjeng.
Pak Lurah telah memberikan yang terbaik buat masyarakatnya, yaitu kesempatan Ngaji Bareng atau belajar bersama, termasuk buat para muda Karangtaruna yang semalam diasah oleh Mbah Nun. Dengan revolusi ideologi pembelajaran yang dilakukannya, Mbah Nun menyebut Maiyahan sebagai: Satu Forum Seribu Podium. (hm)