Ulama Cermin Dosaku
Tatkala membaca uraian-uraian para Ulama, Kiai, Ustadz, pengalim-pengalim Agama, yang kutemukan adalah kesalahan-kesalahanku. Ulama adalah cermin dosa-dosaku, pemantul kebodohanku atas Al-Qur`an. Kalau menyaksikan Ulama, Kiai, Ustadz berbicara di mimbar, aku bergumam: “Tidak ada tanda apapun bahwa mereka pernah berbuat salah atau dosa…”
Semakin banyak penjelasan para beliau itu kubaca, semakin nyata betapa mengertinya beliau-beliau dan betapa tidak mengertinya aku. Semakin terasa betapa beliau-beliau itulah yang memenuhi syarat untuk bersilaturahmi ilmu dengan Al-Qur`an, dan betapa jelatanya pemahamanku. Semakin terkesan beliau-beliaulah yang berhak untuk benar di hadapan Allah, dan betapa bathilnya posisiku dalam urusan itu.
Jangankan untuk berdakwah, bertabligh, berdiri di podium atau mimbar sebagai Da’i atau Muballigh di depan dan untuk banyak orang. Sedangkan mentablighkan Al-Qur`an kepada diriku sendiri rasanya tak pernah aku sungguh-sungguh memiliki kemampuan. Ya Allah ampunilah hamba, ya Rasulallah terimalah keluhan dan rasa kotor dan bodohku.
Dialah yang menurunkan Kitab (Al-Qur`an) kepadamu (Muhammad). Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok Kitab (Al-Qur`an) dan yang lain mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang ilmunya mendalam berkata, “Kami beriman kepadanya (Al-Qur`an), semuanya dari sisi Tuhan kami.” Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang yang berakal. [1] (Ali ‘Imran: 7).
Aku mohon perlindungan di rimbaraya pikiranku sendiri.