CakNun.com
Daur 2202

Ufuk Semesta dan Lubuk Diri

Emha Ainun Nadjib
Waktu baca ± 1 menit

Tentu maksud Seger adalah: andaikanpun tidak ada teks Al-Qur`an, ia dan setiap manusia tetap menemukan esensi, butiran nilai, pintu makna dan hikmah, bahkan wujud dan aplikasi Al-Qu`an di dalam dirinya dan di hamparan alam semesta.

Allah bukan menuturkan teks Al-Qur`an dulu baru menciptakan jagat raya dan makhluk-makhluk yang menghuninya, sebagai pentas drama diawali dengan penulisan skrip skenario. Yang kemudian dituliskan di teks Al-Qur`an itu sebagian kecil atau besar sudah dihadirkan melalui wujud alam dan makhluk-makhluk lainnya. Organisme jagat, metabolism ruang dan waktu. Apapun namanya.

…hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur`an itu adalah benar”. [1] (Fushshilat: 53). Seger menjelaskan bahwa dasar berpikir mereka adalah “Qur`an menurut Allah”, bukan “Allah menurut Al-Qur`an”, meskipun, atau justru, karena dari Allah-lah Al-Qur`an bersumber.

“Kebenaran hidup ini menurut Allah, yakni kebenaran Allah itu sendiri, baru lengkap kebenarannya jika eksplorasi pembelajaran kita mencakup teks Al-Qur`an dan teks-teks lain, kemudian penelitian atas alam dan penghayatan manusia atas diri manusia sendiri”, kata Seger menambahkan.

Toling menambahkan seakan-akan ia pernah menulis puisi: “Manusia mengarungi Al-Qur`an di ufuk semesta dan di lubuk diri. Sekaligus manusia menelusuri ufuk semesta dan lubuk diri di bentangan Al-Qur`an yang berdinding cakrawala…”

Pakde Sundusin tertawa dan menyela: “Ungkapan-ungkapan seperti itu yang dulu paling merupakan favorit Mbah kalian Markesot”

Jitul menanggapi: “Pasti Mbah Markesot menikmati paradoks: dinding kok cakrawala, cakrawala kok dinding”

Junit tertawa juga: “Musuh utamanya cakrawala itu ya dinding”.

Lainnya

Belajar Manusia Kepada Sastra

Belajar Manusia Kepada Sastra

Sastra Generasi Millenial

Sejak hampir dua dekade yang lalu lahir Generasi Millenial, juga dalam sastra.

Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib

Topik