Tafsir Bebas Nafsu
Para Ulama mengatakan bahwa yang menafsirkan Al-Qur`an harus sehat aqidahnya. Bagaimana aku tahu sehat tidaknya aqidahku? Siapa yang kupercaya untuk menilai sehat tidaknya aqidahku selain Allah sendiri dan Baginda Rasulullah? Menafsirkan Al-Qur`an harus terbebas dari hawa nafsu. Kalau aku menilai dan meyakini bahwa diriku bebas dari nafsu tatkala menafsirkan, apakah ada yang mempercayaiku?
Tetapi kepada orang-orang yang bukan aku, meskipun Ulama — tetapi mereka bukan Allah dan bukan Baginda Rasulullah, yang menilai aku bebas atau tidak dari nafsu — apa landasan yang kupakai untuk mempercayai mereka?
“Sesungguhnya Allah mengetahui yang tersembunyi di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati”. [1] (Fathir: 38). Apakah ada Tuhan-tuhan yang selain Allah, misalnya manusia yang pandai dan terpelajar, yang khalayak mungkin menyebutnya Ulama atau Cendekiawan – yang mengetahui yang tersembunyi di langit dan di bumi, termasuk yang tersembunyi dalam batinku?
Andaikanpun pada perilaku seseorang terdapat gejala yang mencerminkan nafsu di dalam dirinya, siapakah selain Allah yang bisa memastikan kebenarannya? Apakah keterpelajaran dan kesarjanaan seseorang membuatnya “mengetahui yang tersembunyi di langit dan bumi”? Sehingga bisa dipercaya sebagaimana Allah?
Pecintamu yang awam ini ya Rasulullah, sangat takut akan mungkin terpeleset menjadi orang fasiq, sebagaimana wanti-wanti Allah: “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik”. [2] (Al-Hasyr: 19).