Tadabbur Daur di Bentang Pustaka
Semua berlangsung dalam kemesraan dan cinta. Kedua hal itu pula yang meyelimuti perjalanan diterbitkannya 17 buah buku Mbah Nun oleh Bentang Pustaka beberapa tahun ini, termasuk yang terbaru tetralogi Daur: Anak Asuh Bernama Indonesia; Iblis Tidak Butuh Pengikut; Mencari Buah Simalakama; dan Kapal Nuh Abad 21.
Karena kemesraan dan cinta pula Bentang Pustaka telah lama ingin sekali disambangi Mbah Nun. Dan betapa mongkok hati Bentang, kata mas Udin yang memandu acara bersama mbak Intan, ketika keinginan itu terwujud tadi malam. Mbah Nun rawuh sekaligus dalam rangka mensyukuri diterbitkannya tulisan seri Daur oleh Bentang, yang sebelumnya telah ditayangkan di caknun.com tahun 2016 selama 309 hari terus menerus.
Acara yang berlangsung di Taman Bentang Pustaka itu diberi nama Tadabbur Daur. Terbagi dalam dua sesi. Sesi awal diisi oleh mas Salman Faridi yang juga CEO Bentang, Fahmi Agustian dari Kenduri Cinta Jakarta, dan Rizky Dwi Rahmawan dari Juguran Syafaat. Banyak hal menarik dari yang disampaikan ketiganya.
Dengan berpijak pada Tadabbur yang mengedepankan kemanfaatan, masing-masing memiliki sudut pandang, sisi pandang, jarak pandang, resolusi pandang sendiri dalam menjelajahi tulisan-tulisan Daur. Begitu poin yang disampaikan Fahmi. Sedangkan Rizky menceritakan pengalaman teman-teman Juguran Syafaat saat diskusi rutin, biasanya yang dibahas berangkat dari fenomena. Namun sejak adanya Daur, beberapa kali diskusi berangkat dari tulisan Daur, baru kemudian merefleksikannya kepada fenomena yang terjadi saat ini. Lain lagi dengan mas Salman. Seperti yang telah beliau tulis dalam Perisa Tuhan yang dibagikan kepada hadirin dan juga telah ditayangkan di caknun.com sore harinya, menurutnya Mbah Nun sangat piawai dalam memPHP para pembaca tulisan-tulisannya. Yang tampak di tulisan adalah A, tapi maksudnya B, C, R, bahkan Z.
Namun ketiganya sepakat bahwa masyarakat sekarang terlalu banyak disuguhi bacaan-bacaan yang terlalu mudah dan ringan. Entah itu dari status media sosial atau konten website yang hanya mengandalkan traffic untuk menarik sebanyak-banyaknya kunjungan. Kualitas isi? Mereka sebodo amat. Sementara tulisan-tulisan Mbah Nun mengajak pembacanya untuk melatih berpikir dengan kedalaman yang kadang berlapis-lapis. Justru bacaan inilah yang menyehatkan menurut mereka.
Menginjak pukul 22.00 Mbah Nun ditemani dr. Eddot, teman lama beliau yang terlibat dalam sejarah awal dirintisnya Padhangmbulan, hadir bergabung bersama mas Salman dan yang lain di gubuk kecil yang difungsikan sebagai panggung. Suasana semakin gayeng dengan penuh cinta dan kemesraan. Tentu ada banyak hal yang disampaikan Mbah Nun seperti yang disampaikan beliau dalam beberapa maiyahan terakhir. Di antaranya seperti tadabbur surah At-Tiin, peradaban manusia abad 21 yang masih berada pada tahap Insan dalam urutan logika penciptaan Makhluk-Insan-Abdullah-Khalifatullah, aktivasi malaikat, evolusi bluluk-cengkir-degan-kelapa, dan masih banyak lagi kunci-kuci ilmu yang disampaikan.
Menjelang tengah malam ditemani gerimis, Tadabbur Daur diakhiri dengan ditutup doa oleh Fahmi. Cinta dan kemesraan yang berlangsung tadi malam terbawa hingga pulang dan sebagiannya berada dalam genggaman: buku Daur.