Sinau Bareng Fenomena Manusia
Di mana saja perusahaan didirikan entah di tempat yang jauh dari masyarakat ataupun tidak terlalu jauh dengan masyarakat tidak tertutup kemungkinan menimbulkan pro dan kontra. Tak terkecuali PT. PRIA (Putra Restu Ibu Abadi) Mojokerto yang malam ini mengundang Mbah Nun dan KiaiKanjeng untuk acara Sinau Bareng. PT. PRIA ini adalah perusahaan pengolah limbah B3 yang meliputi limbah padat maupun cair.
Mbah Nun sendiri datang bukan untuk diletakkan dalam positioning pro dan kontra. Mbah Nun bukan representasi siapapun (apakah perusahaan, pemerintah, atau penduduk). Mbah Nun hadir karena dibutuhkan ilmu dan panduannya dalam menyikapi keadaan atau situasi.
Acara Sinau Bareng yang diselenggarakan di komplek PT. PRIA Mojokerto ini dimaksudkan untuk memeringati Isra Mi’raj Nabi Muhammad. Semula dirancang bersifat internal, tetapi siang tadi dengan pertimbangan kemanfaatan ilmu yang lebih luas, maka penyelenggara pun mengubahnya menjadi terbuka untuk umum. Maka malam ini yang hadir bukan saja keluarga dan karyawan PT. PRIA namun masyarakat pada umumnya.
Mbah Nun sendiri memang benar-benar menyumbangkan ilmunya sejak awal begitu naik di panggung bersama tuan rumah, Wakil Bupati Mojokerto, dan tokoh-tokoh lainnya. Mbah Nun mendasarinya dengan surat al-Hujurat ayat 6 Ya ayyuhalladzina aamanu in ja-akum faasiqun binabaain fatabayyanu an tushiibu bi jahalatin fatusbihuu ‘ala ma fa’altum naadimin.
Seperti kerap berlangsung, Mbah Nun memiliki kepekaan rasa atau pengertian tersendiri mengenai ayat di atas, khususnya pada kata ‘faasiq’ dan ‘tabayyun’. Lewat ayat itu, Allah mengingatkan kalau ada siapa-siapa datang, yang Allah menyebutnya faasiq, maka haruslah segera dilakukan tabayyun. Sebelum menguraikan makna tabayyun, Mbah Nun juga mengingatkan akan ayat lain yang di situ digambarkan karakter orang yang disebut fasiq. Ialah orang yang lupa akan dirinya sehingga karenanya lupa akan Allah. Lupa diri dapat digambarkan seperti air tapi ingin jadi batu. Tidak lupa diri adalah air tetap menjadi air, bukan yang lain. Maka fasiq adalah orang mencari karepe atau maunya sendiri.
Berdasarkan ayat itu, ketika orang fasiq datang membawa kabar (bisa berupa analisis yang di-brainwash-kan kepada orang lain), maka mereka harus tabayyun. Bagi Mbah Nun dalam hal ini tabayyun adalah kesediaan mencari sokoguru atau tiang pancang yang menjadi acuan untuk tahu yang benar itu seperti apa.
Penjelasan Mbah Nun ini sebagai dasar pemahaman khususnya bagi PT. PRIA dilengkapi dengan perlunya kita menyadari kembali proses penciptaan makhluk (meliputi fenomena Adam, Iblis, Malaikat, alam semesta, manusia, dan jin), untuk nantinya semua diajak mengenali bahwa semua yang berlangsung hari ini dan mungkin menjadi pikiran dan latar belakang acara ini, maupuan peristiwa lain di masyarakat, sejatinya adalah fenomena manusia.
Mbah Nun menguraikan secara runtut dan rinci perspektif yang diharapkan bisa dipakai untuk menyikapi situasi atau tantangan yang sedang dihadapi siapa saja tak terkecuali PT. PRIA. Bahwa merupakan fenomena manusia adalah manusia itu berkemungkinan salah dan benar, maka penting sekali mencari kebenaran bareng-bareng yakni yang bermuara pada benar yang sejati.