Sinau Bareng BBW-Unair
Saat ini kita berada pada di hutan rimba yang remang-remang. Tidak mudah mengenali situasi yang terjadi. Salah satu yang membuat kita saling bertengkar adalah salah filter. Kacamata pandang kita sering tidak tepat sehingga penyikapan atas sebuah hal menjadi salah.
Itulah keadaan saat ini yang digambarkan Mbah Nun saat memulai Sinau Bareng Mbah Nun dan KiaiKanjeng yang merupakan kerja bersama Universitas Airlangga Surabaya dan Majelis Ilmu Bangbang Wetan. Acara diselenggarakan di halaman depan kantor Manajemen Rektorat Universitas Airlangga. Publik yang hadir pun dari dua latar belakang yaitu mahasiswa Unair dan jamaah Bangbang Wetan karena Sinau Bareng ini sekaligus pelaksanaan BBW bulan Mei ini.
Dengan setting keadaan Indonesia seperti dilukiskan di atas, Mbah Nun mengawali inti Sinau Bareng ini dengan memberikan landasan berpikir jamaah dan para mahasiswa melalui workshop bersama yakni belajar menemukan kejelasan peran masing-masing serta memahami makna kata bahkan detail sampai dari kata per-kata.
Tidak hanya itu, jamaah diajak berlatih mempertanyakan tiap kata, agar mereka tidak mudah menyalahkan satu sama lain. Mbah Nun memperkenal satu kata yang dirujuk dari Cak Fuad yaitu Ruwaibidhoh yang secara kontekstual berarti medsos. Ruwaibidhoh adalah gambaran perilaku manusia masa kini yang sedikit-sedikit ngomong dan tidak dipikir-pikir dulu serta gambaran orang yang tak tahu apa-apa tetapi bicara terus. Di era medsos itulah bisa jadi setiap orang dinilai berbeda dengan diri aslinya. Bisa jadi orang yang dipercaya justru dibuang, sementara pendusta dipuja-puja.
Itulah sebabnya ilmu yang presisi, dikaitkan dengan keadaan yang tidak sederhana itu, hanya bisa didapat dengan jalan melingkari setiap ide, kata, konsep, dan gagasan. Yaitu melihat harus dengan lingkaran pandang dan tidak hanya dari satu sisi saja. Jika satu sisi saja, niscaya tidak akan sampai pada titik presisi.
Di panggung, Mbah Nun ditemani Mas Suko Widodo dan Rektor Unair Prof. Muhammad Nasih. Sudah hadir pula Kiyai Muzammil. Biarpun Mbah Nun membawa para jamaah dan mahasiswa pada sinau betah dan konstan berpikir logis sistematis dalam membaca keadaan yang biasanya bikin kening berkerut, tetapi semua itu dijalankan dalam pola komunikasi yang segar dan ekspresif. Ketika akan tiba pada posisi spaneng, KiaiKanjeng siap melenturkan kembali dengan nomor-nomor lagu. Tetapi sejauh ini, jamaah merasakan bahwa Mbah Nun seakan mengatakan belakangan ini yang berlangsung di Indonesia adalah kita tidak benar-benar berpikir atau bersikap ilmiah.