Sinar Cemerlang
Hoax, Intoleran, Radikalis, Teroris, PKI, Khilafah, Makar, Ujaran Kebencian, dan berbagai macam kata dan idiom yang mengerikan itu: siapa yang menentukan “ya” atau “tidak”nya? Misalkan saya menerima info berikut ini, bagaimana saya bisa menemukan “sumber primer” untuk mengkonfirmasi ia benar atau bohong? Apa jaminan bahwa sebuah kantor berita di belahan manapun di dunia bisa dipercaya atau tidak?
“126.778 teroris yang dimasukkan ke dalam tahanan dan 59.254 teroris lainnya dijebloskan ke sel-sel penjara, oleh pemimpin anti-teroris dunia. Dan masih akan lebih banyak lagi. Ia kejar para teroris itu, termasuk kader-kadernya, sampai ke ujung dunia, ke pelosok-pelosok hutan dan tepian-tepian jauh semua laut dan samudera. Negara-negara di permukaan bumi ia kasih informasi tentang jaringan internasional pengkaderan terorisme itu.
Ia mau dunia aman. Kalau perlu ia pengaruhi, ia takut-takuti atau ia paksa sekitar 164 Negara-negara untuk melepas para teroris yang akan ia penjarakan. Tokoh ini siap menjadi pembasmi utama terorisme di muka bumi.
Siapa saja teroris yang ia penjarakan? Berapa saja usia mereka? Dari segmen dan level apa? Apa saja profesi mereka? Hati-hati. Jangan terjebak oleh penyamaran mereka. Para teroris itu mulai dari Guru PNS atau ASN dan Swasta, Dosen, Profesor, ASN dari beberapa Kementerian, ASN di daerah-daerah. Juga para pengusaha skala kecil maupun besar, yakni para pemilik holding company. Kedaulatan atas benar dan salah ada di genggamannya.
Jangan main-main dengan pahlawan ini. Kalau ada seorang anggota suatu perkumpulan teroris melawannya, ia habisi kumpulannya. Kalau ada anggota suatu keluarga teroris menyakiti hatinya, ia ciduk seluruh keluarga dan familinya. Kalau ada mahasiswa atau sarjana suatu Universitas membuka-buka aibnya, ia ambil alih Universitasnya, ia sita aset-asetnya, ia ganti Rektor, Dekan, Dosen dan semua perangkat-perangkatnya. Kalau ada suatu yayasan, gerakan, organisasi, dan apapun saja, tidak mau mendukung tugas dan otoritasnya untuk membasmi terorisme – ia ganyang dan dan penggal kekuatannya sampai ke akar-akarnya.
Jangan ada yang pernah berpikir ada rasa takut di dalam dada tokoh ini. Ia penjarakan juga teroris-teroris dari kalangan militer, polisi, jaksa, hakim, notaris, pengacara, artis, komedian, dokter, penulis, wartawan, pemilik media teve dan koran, perbankan, airlines, penjual makanan ringan, termasuk ibu rumah tangga beserta bayi mereka yang ternyata sudah dididik menjadi teroris sejak dini. Barang siapa menolak perjuangannya memusnahkan terorisme, ia paksa merasakan ketegasannya.
Hukum di tangannya tidak pandang bulu. Tidak perduli usia. Tidak mengenal orang jompo atau balita. Teroris yang ia penjarakan mulai dari bayi yang baru lahir sampai dengan yang berusia 86 tahun. Kalau ada yang butuh Rumah Sakit untuk melahirkan, ia kasih waktu dua hari, kemudian harus kembali ke dalam penjara lagi.
Kalau ada teroris berlagak rohaniawan atau moralis, ia bikinkan kudeta atas nama orang-orang itu kepada kekuasaannya, dan seluruh dunia ia bikin percaya pada rekayasanya. Ia tutup semua sumber informasi kecuali yang berasal dari kehendaknya. Sebagian besar penduduk dunia bukanlah orang-orang rajin yang berpikir ganda dan lipatan – maka dengan mudah mereka mempercayainya.
Ada Negara yang menolak tawarannya? Berani apa mereka kepadanya? Sebab ia pegang aib mereka, ia mengetahui persis kelemahan mereka, dan ia sudah menghitung kebutuhan-kebutuhan mereka kepadanya, dan kebutuhan itulah yang membuat mereka lemah atasnya.
Tentu saja tak cukup rumah-rumah penjara untuk mendekamkan para teroris di dalamnya. Maka ia bangun penjara-penjara baru di beberapa kota. Terserah strateginya apakah sebagian besar dari orang-orang yang dipenjarakan itu melalui proses pengadilan atau tidak. Tidak ada kompromi biar satu milimeter bagi terorisme.
Pokoknya siapa saja yang ia anggap pernah berhubungan atau bekerja di pos-pos terorisme itu: sekolah-sekolah, lembaga-lembaga swasta, yayasan, asosiasi, rumah sakit, media teve koran dan lembaga lainnya yang berafiliasi kepada pihak yang ia nilai pembangkang – semua merasakan betapa kuat dan perkasa kekuasaannya. Ia bikin aturan baru tentang masa 5-7 tahun penahanan sambil menunggu persidangan. Ada yang keberatan?
Jumlah sekolah yang ia ambil alih sebanyak 1284 Sekolah beserta 800 asramanya. Jumlah lembaga yang ia ambil alih atau ia tutup sebanyak 15 Universitas, 54 Rumah Sakit, 560 yayasan, 1125 asosiasi, 195 media. Juga 19 Kamar Dagang. Karena mereka semua terkait dengan jaringan terorisme, yang wajib ia amankan demi ketenteraman Negaranya dan seluruh dunia.
Tak perlu alasan-alasan bahwa mereka hanya terinspirasi oleh ceramah-ceramah dan pemikiran pemuka teroris yang menyamar sebagai tokoh moral dan demokrasi. Khususnya tentang pendidikan, sosial, budaya dan dialog antar sesama manusia di seluruh dunia. Tak usah berdalih bahwa potret sekolah-sekolah yang ia ambil alih atau ia bubarkan itu berprinsip menjadikan guru sebagai kunci dalam pendidikan, atau lagak-lagak apapun. Guru menjadi teladan dan contoh di hadapan siswa bla-bla-bla… Kalian semua tidak bisa mengelabuhi ketajaman penglihatannya terhadap potensi terorisme.
Guru dengan kemampuannya masing-masing mendidik dan membimbing para siswa tidak hanya dalam bidang sains pengetahuan, namun juga lebih mengedepankan akhlak dan moral dalam pembelajaran. Dalam bidang sains, matematika, teknologi, dan ilmu sosial, sekolah-sekolah ini berprestasi terus menerus di setiap tahunnya baik dalam skala nasional maupun internasional bla-bla-bla-bla… Takkan mungkin kalian lolos dari kejelian mata batin dan akalnya terhadap kejahatan terorisme.
Tak usah merajuk dengan hujjah tentang lahirnya generasi emas dari seluruh bangsa dan Negara di dunia yang memegang teguh akhlak dan moral sebagai landasan mereka dalam berucap dan bertindak, dan selalu menggaungkan perdamaian bagi seluruh umat manusia di dunia, bla-bla-bla-bla-bla… Jangan kalian pikir ia adalah pemimpin dungu yang bisa dikibuli oleh keindahan kata-kata Iblis yang menyamar jadi malaikat.
Menyelenggarakan kegiatan festival budaya dan bahasa yang diikuti oleh para pelajar dari seluruh dunia dengan maksud agar mereka bisa saling mengenal satu sama lain, dan menyuarakan perdamaian, kebersamaan dibanding meruncingkan perbedaan, blabla-blabla-blabla…
Ada Negara yang cengeng memamerkan bahwa siswa-siswi sekolah teroris itu pada 2016-2017 meraih 82 medali Olimpiade Sains Nasional dengan 13 emas, 32 perak dan 37 perunggu. 11 medali Sains Internasional, dengan 5 perak, 4 perunggu dan 2 Honourable Mentions. Bahkan 86 Medali Sains Projek International, dengan 18 emas, 31 perak, 27 perunggu dan 10 HM lagi. Itu baru di tingkat nasional. Belum prestasi keseluruhan anak-anak teroris di seluruh dunia. Bahkan ada satu Sekolah saja mengirim 30 siswa ke Olimpiade di Negeri Paman Sam dan yang juara 15 anak, blablabla-blablabla… Biarkan saja. Pahlawan itu sudah siap meringkus mereka semua…”
Semua yang disebut itu, termasuk angka, lembaga, serta bahan-bahan lainnya: fakta atau hoax? Itu fiksi atau kenyataan? Itu manipulasi di tengah informasi, ataukah informasi di tengah manipulasi? Secara teknis data-data yang disebut terlalu tampak riil untuk sebuah fiksi atau hoax. Tetapi tidak satu sumber beritapun bisa digunakan untuk mengkonfirmasikan bahwa itu bukan fiksi atau hoax.
Yang manakah yang teroris dari alur dan paparan itu? Benarkah kita sedang hidup di Abad Transparansi. Benarkah kita adalah pelaku-pelaku Peradaban Teknologi Informatika yang bersinar cemerlang? Benarkah bisa sungguh-sungguh kita hitung volume, kadar dan skala penderitaan manusia hari ini? Benarkah dengan seluruh kecanggihan teknologi informasi ini tak ada kesengsaraan massal manusia, yang luput dari pengetahuan kita?
Jakarta, 15 Oktober 2017