CakNun.com

Setia Kepada Allah? Prek!

Dani Ismantoko
Waktu baca ± 2 menit

Salah satu pembelajaran yang sering kita pelajari di Maiyah adalah mempelajari satu hal dalam berbagai sudut pandang. Misalnya saja tentang Iblis. Berbeda dengan dunia mainstream yang menampilkan Iblis sebagai sosok yang patut dibenci, di Maiyah Iblis dipelajari secara berbeda. Di satu sisi iblis itu sebagai musuh terbesar manusia yang memang harus diwaspadai. Di sisi lain iblis berposisi sama seperti manusia. Sama-sama mengabdi kepada Allah namun dengan cara yang berbeda.

Berkaitan dengan Iblis tersebut, bagi yang tidak terbiasa mempelajari satu hal dengan multi sudut pandang seperti di Maiyah akan terasa janggal, tidak sejalan dengan logika. Apalagi cara pandang yang sering dipakai oleh kebanyakan manusia di zaman ini adalah menang-kalah. Biasanya akan terbentur kepada suatu imajinasi di mana tujuan iblis dan manusia akan menjadi berbenturan. Contohnya, kalau semua manusia baik dan bisa terhindar dari godaan Iblis berarti Iblis tidak mencapai tujuannya. Dia gagal mengabdi kepada Allah. Sebaliknya, kalau mayoritas manusia tergoda Iblis berarti manusia gagal dalam mengabdi kepada Allah. Semakin membingungkan lagi jika terbiasa dengan cara pandang hitam-putih. Akan timbul pertanyaan, berarti kalau memang menggoda manusia merupakan cara mengabdi Iblis berarti Iblis tidak masuk neraka dong.

Kalau kita tarik jauh ke belakang lagi, tentang penciptaan yang dilakukan oleh Allah. Kita akan menemukan bahwa Allah menciptakan sesuatu dengan pola kesetiaan. Malaikat diciptakan dengan kesetiannya untuk taat kepada Allah. Azazil yang menjadi Iblis juga bertugas dengan kesetiaan yang berbeda dengan Malaikat junior. Kesetian untuk terus menggoda manusia sampai waktu yang ditentukan oleh Allah. Alam bersahabat dengan malaikat. Sehingga tumbuhan akan tumbuh searah dengan cahaya matahari yang meneranginya. Angin bergerak karena ada perbedaan suhu di dua tempat yang berbeda. Air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah.

Maka tidak masalah, apakah Iblis bisa mencapai tujuannya atau tidak. Yang penting si Iblis berjuang secara maksimal untuk menggoda manusia. Begitu juga manusia, tidak masalah apakah perjuangannya bisa mengubah sesuatu atau tidak. Yang penting manusia berjuang secara maksimal menjaga kesetiaannya kepada Allah. Berusaha menjadi manusia yang sebenarnya. Kalau lulus berusaha menjadi abdullah. Kalau lulus berusaha menjadi khalifatullah. Tetapi bukan berarti menafikan perubahan. Karena itu semua dilakukan dengan usaha semaksimal mungkin dalam berbagai aspeknya.

Pola kesetiaan inilah yang sekarang di-prek-kan, dianggap tidak penting oleh manusia. Setia kepada Allah? Prek! Orang dengan percaya diri membuat kesepakatan bahwa dalam pengabdiannya kepada rakyat ia mulai bekerja pukul 07.00 pagi dan pulang pukul 14.00 siang. Tetapi tidak merasa bersalah jika jam 07.00 masih berbelanja di pasar, jam 13.00 pulang karena sudah merasa ngantuk. Orang dengan sangat mantap menawarkan dirinya bersamaan dengan janji-janjinya supaya dipilih untuk menduduki posisi tertentu. Tetapi, tidak merasa bersalah dan tidak merasa takut ketika menjabat nyolong uang rakyat karena hukumannya tidak lebih buruk dari seorang pencuri bawang merah yang disiksa habis-habisan oleh masyarakat. Pada puncaknya orang merasa bangga karena menjadi top leader tanpa merasa bersalah jika kebijakan-kebijakannya menyengsarakan jutaan rakyat.

Dan sekali lagi. Setia kepada Allah? Prek! Karena bagi orang seperti itu yang penting uang banyak, jabatan tinggi. Hidup enak, dihormati orang banyak (walaupun dengan pencitraan). Nyolong tidak masalah, toh itu semua dianggap bisa terhapus dosanya dengan rajin shalat dan sering-sering melaksanakan ibadah haji.

Lainnya