Serangan dan Tadahan
Perbincangan anak-anak muda itu tiba-tiba terpotong oleh bunyi suara-suara di ruang depan. Pertama ada mobil berhenti, sebentar kemudian ada teriakan-teriakan seperti beberapa orang sedang bertengkar. Semua berpandangan satu sama lain. Pakde Brakodin melompat berdiri dan berlari keluar.
“Tolong Pakde…”, terdengar salah satu suara di depan itu, “Kami berdua akan bergabung menyerang pemuda ini, tolong Pakde yang menadahinya…”
“Pakde yang nampani”, suara satunya lagi, “Pakde lindungi dia, kami harus mengusir energi bergumpal-gumpal yang merasuki anak ini”
Pakde Brakodin agak terbengong. Tentu tidak mudah langsung memahami kalimat dua lelaki itu. Tapi tak sempat bertanya, kedua lelaki itu menggerakkan badannya sedemikian rupa, kedua kaki mereka memasang patrap kuda-kuda seragam. Kedua tangan mereka bergerak-gerak di depan badan. Sedikit putaran-putaran dilakukan oleh kedua tangannya. Kemudian tangan kanan keduanya ditarik ke belakang, sambil masing-masing menarik nafas panjang seolah-olah sedang menyerat langit dan bulatan semesta.
Lantas bersama-sama mereka meluncurkan tangan kanan ke depan, tepat mengarah ke dada pemuda di depan mereka. Hembusan nafas mereka bagaikan badai, suatu teriakan khas meluncur dari tenggorokan keduanya. Dan pemuda itu terlempar tepat ke depan Pakde Brakodin. Tidak jelas apakah arah lemparan itu yang menuju Pakde Brakodin, ataukah Pakde Brakodin yang secara naluriah menggeser tubuhnya agar tepat pada titik lemparan itu, sehingga Pakde menadahinya.
“Dan apabila laut diluapkan, dan ruh-ruh dipertemukan dalam jasad”. [1] (At-Takwir: 6-7). Seger tiba-tiba ingat firman Allah itu. Tidak hanya ‘nafs’ tapi ‘nufus’, ruh dan ruh atau dan ruh dan ruh dan ruh tanpa jelas batas jumlahnya. Dipertemukan di dalam jasad manusia. Anak-anak muda itu melihat si pemuda pingsan lunglai di dekapan Pakde Brakodin…”.