Satu pada Semua dan Semua di Satu

“Kok berhenti Pakde?”, Seger yang mengejar.
Pakde Sundusin meneruskan. “Islam hanya dilokalisir di bilik Ibadah Mahdloh. Rukun Islam formal. Spektrum dan skala kebenaran Islam hanya di situ. Ulama adalah yang menguasai fiqih peribadatan resmi. Majlis Ulama tidak punya anggota Ahli Fisika, Pakar Lingkungan Hidup, Sarjana Astronomi, Mujtahidin Ilmu dan Tekonologi…”
Junit memotong: “Itu sudah berkali-kali menjadi bagian dari pembelajaran kami, Pakde. Baik sebagai fokus atau hanya sebagai ilustrasi. Memang salah satu problem utama Kaum Muslimin terletak di situ. Seharus satu pada semua dan semua pada satu. Mungkin itu sebenarnya yang disebut Kaffah”
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui” [1] (Saba: 28).
“Setahu saya Seger sudah lama mencatati itu semua secara bertahap, berdasarkan penelitian, pencerapan dan diskusi yang kami lakukan”, Jitul menambahkan, “Misalnya Tuhan meletakkan manusia sebagai pembawa berita gembira. Kabar tentang apa? Apakah hanya tentang sorga? Ataukah juga tentang nikmatnya buah-buahan, kesuburan tanah, pergantian musim, serta apa saja yang menjadi lingkungan kehidupan manusia di bumi?”
“Juga memberi peringatan tentang apa?, langsung Seger sendiri menambahkan, “batas konteksnya adalah seluas kehidupan ini sendiri. Peringatan tentang zat-zat, kandungan benda, kapasitas logam, pengaruh suhu dan apa saja. Agama merangkum seluruh hal. Agama berkaitan dengan seluruh bidang yang dipelajari di Sekolah dan Universitas, yang dihadapi dan dialami oleh setiap manusia sehari-hari. Sampai kemudian muncul zaman di mana Ummat Islam terdesak, tersingkir, minggir dan tidak terlibat dalam pengelolaan Negara atau Kerajaan.”