Politik Talbis Para Radikalis-Intoleran
Pesan tentang mengintensifkan laku-puasa dan “suami selingkuh” dari Markesot itu membuat Jitul dan teman-temannya meminta para Pakde mengadakan pertemuan khusus dengan mereka, terutama untuk mewanti-wanti Gentholing.
Soalnya Toling sudah keterlaluan kalap pikirannya. Terakhir ia bilang kepada Junit, Jitul dan Seger: “Kita sekarang sedang dikuasai oleh kaum radikalis-intoleran, yang menuduh siapa saja yang tidak sejalan dengan mereka sebagai kaum radikalis-intoleran. Sedang berlangsung politik talbis besar-besaran, dan akan disempurnakan dua tahun lagi. Mereka mentalbiskan kejahatan sebagai kebaikan, kedhaliman sebagai kesantunan, perusakan sebagai pembangunan, kehancuran sebagai kejayaan…”
Sangat berbahaya arah arus pikiran Toling. Teman-temannya tidak sedikit pun mendapatkan peluang untuk mereaksinya, karena akhir-akhir ini Toling kalau omong sangat gencar seperti mitraliur seribu peluru. Toling terus bicara.
“Para istri, anak-anak dan semua keluarga sebenarnya adalah manusia-manusia yang dahsyat, benih-benih yang multipotensi untuk mrantasi masalah-masalah, bahkan sanggup nungkul dunia. Tapi mereka diselingkuhi oleh Bapaknya. Dibohongi. Diperdaya. Dikasih makan enak. Bapak dirayu menjadi bagian dari Korporasi Perselingkuhan Besar. Keluarganya dikasih minuman lezat. Tetapi di dalamnya telah ditetesi bakteri-bakteri Talbis. Di dalam darahnya sudah mengalir khomr, tuak, arak, yang membuat mereka semakin mabuk, padahal dalam keadaan tidak mabuk…”
Dan gara-gara Markesot berpesan “Sekarang konsentrasi ‘Asyiki Qur`an, Kebunmu Suburkan’, Toling sekarang tidak bicara apapun kecuali membuatnya ingat kepada firman Tuhan. Dan kali ini ia membuka ayat ini: “Ingatlah pada hari ketika kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat kerasnya”. [1] (Al-Hajj: 2)
Jitul tidak bisa membiarkan lebih jauh arus Toling. Ia coba memotong: “Ling, apa keabsahannya bahwa kamu menisbahkan ayat-ayat itu kepada orang-orang yang kamu tuduh? Yang dimaksud oleh ayat itu kan Hari Kiamat…”
“Lho”, Toling membantah, “Katanya ada Qiyamah Kubro ada Qiyamah Shughro. Kiamat besar dan kiamat kecil”
“Siapa Marja`, figur, tokoh, Mufti, Mursyid, Majlis atau lembaga rujukan untuk memastikan bahwa sekarang ini Kiamat?”
“Ya nggak ada. Maka setiap orang perlu punya kemandirian akal dan rasa untuk menemukan keyakinan atas rujukannya sendiri asalkan ia jujur memprosesnya”
“Bagaimana kalau orang membantahmu: Keadaan sedang jaya-jayanya, sedang sukses-suksesnya, sedang move-on ke puncak kemegahannya, kok kamu bilang Kiamat?”
“Lho, saya sendiri sewaktu-waktu mengalami Kiamat kecil. Bisa tiap hari saya mati, untuk lahir kembali. Setiap hari kesadaran kita berhijrah dari kematian menuju kelahiran yang baru. Kenapa orang bersangka buruk kepada Kiamat, yang artinya adalah kebangkitan?”
“Tetapi ayat yang kamu kutip kan tentang goncangan dan kehancuran. Berarti kamu yang radikal dan intoleran, tapi kamu lemparkan klaim itu ke luar dirimu…”.
Yogya, 29 November 2017