Pesta Kambing Gembira
Apa ini? Kisah-kisah kepahlawanan kelas kacang? Aslinya Toling sudah sangat tidak tahan mendengar cerita-cerita Pakde Tarmihim. Tapi ia coba tetap bertahan.
Siang hari bolong Markesot mendadak mendapat tamu aneh. Seorang Boss toko komputer besar, dengan beberapa stafnya, yang sebelumnya belum pernah datang ke situ. Wajahnya pucat, para pengawalnya juga tertekan air mukanya, diam, bibir tertutup dan menunduk.
Rupanya ada kejadian yang bisa berkembang ke anarkisme dan kriminalitas di toko besarnya. Sekitar tiga puluh orang sangar-sangar masuk. Menyebar ke berbagai titik di ruang tokonya. Masing-masing naik ke meja, memegang komputer, mengangkatnya tinggi-tinggi. Kemudian salah seorang dari mereka berkata keras:
“Siapa tadi yang bilang bahwa Pak Markesot dikasih mobil oleh Harmoko?”
“Dikasih rumah oleh Moerdiono”, sambung yang lain.
“Juga dibilang Pak Markesot sangat ingin diundang ke Istana Pak Harto”
“Siapa?”, kata suara yang pertama, “Ayo ngaku. Semua tuduhan itu menghina harga diri kami dan merendahkan martabat kami. Pak Harto datang menyalami saja Pak Markesot menghindar. Minta ketemu saja Pak Markesot menghindar karena ndak tega sama orang banyak…Srengengeo, mbulano, gèpèngo koyok ilir...”
Tidak butuh waktu lama, dua orang mengaku. Memang beberapa di antara 30 orang itu tadi masuk ke toko komputer itu untuk membeli sesuatu. Tiba-tiba tak sengaja dua orang itu omong-omong mengejek Pak Markesot. Ngrasani ini-itu begini-begitu, sebagaimana kebiasaan banyak orang yang rakus melahap ghibah dan qila wa qala.
Tetua dari 30 orang itu berkata keras lagi: “Saya kasih kalian satu di antara dua pilihan, supaya komputer dan semua barang-barang di sini tidak kami banting dan hancurkan, atau kalau perlu seluruh toko ini kami bakar”
Gusti Pengeran. Masyaallah. Preman bener ini. Gentho wal Korak.
“Pertama, kasih kami fakta-fakta yang menjadi bukti tentang apa yang kalian katakan tentang Pak Markesot. Kapan, di mana, siapa yang ngasih, atau fakta apapun yang bisa kuat membuktikan. Pilihan kedua, kalau kalian hanya punya daftar katanya katanya katanya, sekarang juga kalian harus membuktikan kepada kami bahwa kalian sudah dimaafkan oleh Pak Markesot…”
Pada momentum inilah pemilik toko itu diam-diam mengambil mobil untuk bersegera pergi ke tempat tinggal Markesot.
Beberapa waktu yang lalu di tepian Malioboro bagian dekat Stasiun Tugu malam hari, Markesot tiba-tiba melompat ke seseorang dan mencengkeram lehernya serta mengangkat tubuhnya. Ia berteriak: “Heeee semua para Dauri, Tikyan, Butokempung, Butomati! Ini lelaki bilang bahwa saya dikasih rumah dan mobil oleh Menterinya Pak Harto. Kalian kumpul sini semua! Tanya dan gali data-datanya tentang apa yang dikatakan oleh lelaki ini…”
Kemudian tiba-tiba Markesot berbisik lirih kepada lelaki yang dicengkeramnya. “Kamu pilih, saya pindah gigi-gigimu ke tong sampah, atau sekarang juga kamu berlari pergi secepat-cepatnya…ayo cepat lari!”, sambil Markesot melepaskan cengkeramannya.
Adapun yang toko komputer, Markesot menyuruh beberapa temannya untuk membeli beberapa ekor kambing. Pilih salah satu Pesantren kecil di pinggiran barat kota. Si Boss dan anak buahnya yang bersalah beserta para karyawan, besok siang diundang ke Pesantren itu untuk bersama Pak Kiai dan santri-santri berpesta makan kambing gembira.
Yang diterapkan oleh Markesot adalah panduan sederhana dari Tuhan: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. [1] (Al-Hujurat: 6)
Siang itu mereka kenduri daging kambing bersama. Bercengkerama. Bercanda. Mempersaudarakan diri satu sama lain. Sebab tali sambungan silaturahmi dan persaudaraan antar manusia, oleh Allah dipenuhi titik-titik mata air rezeki.
Ada Setan datang dari barongan pring di sebelah Pesantren, membisiki telinga kiri Markesot: “Mestinya kamu todong Boss komputer itu duit banyak-banyak, untuk kamu bagi-bagi ke anak-anak buahmu terutama para Tikyan, Butokempung dan Butomati, yang rata-rata ekonomi keluarganya lemah…”
Markesot tersenyum sambil memaki: “Your eyes!”. Maksudnya: “Matamu!”.
Yogya, 22 November 2017