Pertengkaran Cèkèrèmès
“Kenapa harus perang malam hari? Bukankah jumlah kita mayoritas di Negeri ini?”, Toling bertanya. Kemudian secara spontan anak-anak muda itu mengungkapkan pandangan-pandangannya.
“Satu orang yang pegang senapan, yang di sakunya ada sejumlah granat, dan di saku lainnya tersimpan kunci gudang-gudang makanan, bisa mengendalikan seratus orang di hadapannya”
“Mayoritas tidak terutama ditentukan oleh jumlah orangnya, melainkan oleh penguasaan terhadap perangkat-perangkat kekuasaan dan logistik serta fasilitas-fasilitas lainnya”
“Ada mayoritas kuantitatif, ada mayoritas kualitatif. Kita diperdaya dan dibikin percaya kepada yang pertama. Kita merasa besar dan bisa menang karena jumlah kita banyak. Padahal kunci kekuatan dan kekuasaan tidak di genggaman tangan kita”
“Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar“. [1] (Al-Baqarah: 249). Rupanya Junit tidak bisa menahan diri untuk tidak mengungkapkan firman itu.
“Itu sudah lama terjadi”, Seger merespon, “di mana kita jumlahnya sangat banyak dikalahkan oleh segelintir orang. Karena kita terlena secara kolektif. Merasa berkuasa di kampung sendiri. Kita sibuk bertengkar di antara kita dengan tema-tema cèkèrèmès yang sangat tidak primer dan tidak urgen. Sebagai hamba Allah kita tidak menghimpun hasil ijtihad untuk mengekspresikan rahmatan lil ‘alamin dalam politik, perekonomian, dan kebudayaan. Untuk ummat kita sendiri sajapun Agama yang dahsyat ini belum bisa kita wujudkan sebagai rahmat dan berkah. Kita dikasih Nur, tapi berperilaku Dhulumat….”.