Perintah Kepada yang Hidup Mewah
Pemuda itu ingat firman Allah yang dibacanya: “maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu supaya mentaati Allah”. Tiba-tiba meloncat pikirannya, ingat pada firman di bagian lain: “Hingga apabila Kami timpakan azab, kepada orang-orang yang hidup mewah di antara mereka, dengan serta merta mereka memekik minta tolong” [1] (Al-Mu`minun: 64).
Sebenarnya sudah hampir sepuluh tahun belakangan, di usia remajanya menjelang dewasa, ia sudah ulang-alik keluar masuk Kerajaan itu. Karena kegemarannya terhadap hampir semua hal yang berkaitan dengan kebudayaan dan ilmu. Ia seorang pesilat, sebagaimana kebanyakan kaum muda. Tapi ia juga sangat menikmati kesusastraan, dunia rohani yang muncul di balik karya-karya budaya. Misalnya keris atau berbagai jenis persenjataan lain.
Minatnya itu membuatnya sangat dekat dengan para Empu yang bekerja di Kerajaan. Sebagian waktunya secara rutin ia pakai untuk belajar kerohanian dan Agama kepada para Auliya dan Masyayikh. Sebagian lain untuk mengasyiki berbagai kesibukan di Kerajaan, termasuk berinteraksi dengan semua lingkungan persilatan, kanuragan maupun kebatinan. Bahkan ia pernah menolong pihak Kerajaan untuk mengambil kembali keris pusaka utama yang dicuri oleh Raja penjahat dari ujung timur. Tidak hanya karena kesaktian kanuragannya, tapi juga karena ilmu strategi politik dan kebudayaannya.
Selebihnya ia adalah pemuda yang berjiwa pengembara. Petualang. Melakukan hal-hal yang sejuta satu untuk dilakukan oleh orang lainnya. Sebagian masyarakat mengenalnya sebagai penjahat, pembegal, perampok, karena bias dari petualangannya yang merambah dari kota Kerajaan hingga desa-desa dan pelosok-pelosok rimba. Ketika ia ingat firman tentang perintah Allah kepada orang-orang yang hidupnya mewah, tiba-tiba saja hal itu menggerakkannya untuk datang lebih sering ke pusat Kerajaan.