Perang Malam Hari
Tiba-tiba Sundusin menoleh kepada Junit, Toling, Jitul, dan Seger.
“Anak-anak, tolong katakan kepada Pakde kalian Tarmihim bahwa riuh rendah pertengkaran di Negeri ini dirumuskan oleh Allah secara sangat gamblang: “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al Kitab dan menjualnya dengan harga yang murah, mereka itu sebenarnya tidak menelan ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih”. [1] (Al-Baqarah: 174)
“Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: “Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna”. [2] (An-Nisa: 62).
Ya kan. Ndusin ternyata malah lebih getol Iqra` nya.
Brakodin tidak mau kalah. “Anak-anak, tolong sampaikan kepada Paklik kalian Sundusin bahwa Mbah Markesot dihubungi oleh seorang Kiai, yang mengemukakan bahwa dalam shalat istikharahnya Rasulullah berkenan untuk menerima keinginannya untuk berjumpa. Kiai itu meminta fatwa tentang Negeri dan Bangsanya, dan Rasulullah katanya menjawab: ‘Harbul-lailah’. Perang malam hari. Kiai menjawab ‘Siap, Kanjeng Nabi’, dan bertanya “menang atau kalah?’, Rasulullah tegas menjawab ‘menang’…. “
Semuanya, Junit, Jitul, Toling, Seger, bahkan Sundusin sendiri terperangah. Mereka berpandangan muka satu sama lain. “Perang? Perang malam hari?”. Mereka termangu-mangu beberapa lama.