Pengetahuan Tentang Keadaan
Setan zaman dulu beda dengan zaman sekarang. Setan zaman sekarang boleh jadi tidak tampil dalam wujud yang dulu. Setan zaman sekarang bisa hadir dalam wujud visual, suara, dan huruf. Ia berseliweran misalnya di media sosial. Ia juga mungkin menghampiri kita bersamaan dengan barang-barang baru yang kita terangsang terus untuk membelinya. Jadi, pergaulan manusia dengan setan sudah sedemikian rupa. Demikianlah Mbah Nun membahasakan untuk memberikan konteks bagi Sinau Bareng ini.
Kosakata ‘setan’ tidak diucapkan dalam nada normatif, melainkan untuk mendekatkan kita melihat yang kualitatif alias yang tidak katon. Itu sebabnya, Mbah Nun mengucapkan, “Sinau bareng itu menghimpun pengetahuan tentang keadaan.”
Tetapi sebelum melangkah menuju Sinau bareng itu, Mbah Nun mengajak semua hadirin membaca surat al-Fatihah dan tiga surat Qul. Muatan doanya adalah memohon agar semua keluarga, para orangtua khususnya, diberi oleh Allah kemampuan untuk membentengi diri dari pengaruh dan serbuan setan.
Untuk menghimpun pengetahuan tentang keadaan yang di dalamnya setan-setan bekerja, Mbah Nun menawarkan metodologi sederhana dengan mengacu matriks lima hukum Islam. Ambil misalnya yang wajib dan haram. Jamaah diajak menemukan apa yang wajib ada di dalam masyarakat Wringinanom dan apa saja yang haram ada. Dari situ baru dilihat seperti apa kenyataannya.
Metode lainnya adalah melihat secara perbandingan antara masa dulu dengan masa sekarang. Misalnya, pada konteks pendidikan anak, Mbah Nun memberikan contoh. Pada masa lalu, anak dilepas keluar rumah, insyaAllah masih aman, karena lingkungan sangat mendukung. Sementara untuk masa kini, berbeda keadaannya. Bahaya dan ancaman bisa ada di mana-mana. Itu sebabnya, pendidikan harus ditingkatkan terus, di antaranya dengan kesadaran jangan menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak kepada sekolah. Biar bagaimanapun pendidik utama anak adalah orangtuanya, terutama dalam menjaga anak dan memastikan akhlak dan budi pekerti mereka.
“Sekarang ini Anda harus tiga kali lipat dalam mendidik dan menjaga anak,” tegas Mbah Nun. Titik tekan kepada pendidikan ini memang ada kaitannya dengan konteks Sinau Bareng di YASPIRU ini. Masyarakat sekitar di sini secara sosiologis diwarnai oleh suasana industrial di mana banyak pabrik atau industri dengan beragam implikasi kulturalnya. Ini menghadirkan tantangan tersendiri bagi pendidikan di sini.
Langkah spiritual yang malam ini dilakukan Mbah Nun adalah mengajak berdoa bersama dengan Wirid Penjagaan: Ya Hafidh Ihfadhna Ya Rohman Ya Rohim Irhamna. Tetapi untuk doa ini, Mbah Nun meminta partisipasi tiga jamaah, yang untuk beberapa saat dilatih Mbah Nun menjadi satu formasi yang nanti melantunkan wirid ini. Saat sudah terbentuk dan siap, segera Mbah Nun memimbing untuk membaca wirid ini bersama-sama jamaah dan diiringi KiaiKanjeng.
Dengan komunikasi yang segar dan mudah dipahami, Mbah Nun menegaskan jan-jane dakwah itu bukan ngandani kepada orang lain, apalagi orang lain itu mungkin sudah tahu. Dakwah sekarang kebutuhannya adalah ishlah, yaitu upaya mengupayakan pendamaian atau menyumbangkan solusi. Ndandani kahanan, begitu Mbah Nun menyebut. Tetapi seandainya pun memperbaiki keadaan tak bisa, niat Sinau Bareng ini harus diakuratkan yaitu yang terpenting adalah setor diri (dalam kebersamaan) kepada Allah agar mudah diberi jalan mendapatkan ridho-Nya