Padahal Allah Tidak Dilihatnya
“Coba kalian lihat sekeliling, tapi juga imajinasikan yang terjauh”, Pakde Tarmihim meneruskan.
“Maksudnya Pakde?”, Toling mengejar.
“Yang di sekitar kita: pisau, palu, panci, jeruji jendela, rangka pintu, berbagai komponen rumah ini… apa lagi…”
“Motor dengan banyak unsurnya, juga mobil, apalagi pesawat, bahkan handphone yang kecil ini, barang kecil-kecil ruwet di dalamnya…”, sambung Jitul.
“Harddisk, flashdisk, hutan rimba CPU, bahkan emban cincinmu, gigi emasmu, timangan sabukmu, semua dari yang sangat mikro sampai jembatan raksasa… semua logam-logam: Allah tidak bikin Al-Qur`an seperti buku pelajaran Sekolah, maka cukup disebut dengan satu kata: besi…”, Pakde Tarmihim meneruskan.
“Ya Pakde”, Seger menyahut, “orang sekarang bisa berkomunikasi langsung antar benua, dari sebalik benua dan dunia, menyebarkan tayangan-tayangan silaturahmi atau video teror dan informasi hoax, dan apapun saja, dimungkinkan oleh besi itu”
Pakde Tarmihim melengkapkan perumusannya. “Allah menyatakan dengan Bahasa esei yang sangat sederhana: “Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, supaya mereka mempergunakan besi itu dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong-Nya dan Rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya”, itu sudah cukup, seluruh karya dan penemuan teknologi sampai yang tercanggih tidak ada yang tidak terangkum oleh kalimat itu. Sesungguhnya, jarak antara informasi sederhana dengan pilihan kata besi dengan betapa canggihnya pencapaian teknologi ummat manusia di abad ini, adalah suatu rentang keghaiban — kalau kita bisa menghayati dan mensimulasi rentang itu, secara ilmu maupun waktu”.