Modal Rasa Bersalah
Brakodin menceritakan betapa Mbah Sot selalu merasa gagal dengan hidupnya. Sebagai dirinya sendiri, maupun apalagi sebagai bagian dari kehidupan orang banyak.
Mbah Sot selalu sangat mantap mengemukakan bahwa bekal utama hidupnya adalah “rasa bersalah”. Tentu saja kepada Tuhan maksudnya. Merasa dirinya tak pernah becus menjalani apa yang sebenarnya dimaksudkan oleh Tuhan mendatangkannya ke bumi.
Sampai-sampai Brakodin mengasumsikan Mbah Sot itu mungkin termasuk yang dimaksud oleh firman: “Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, kepada mereka malaikat bertanya: “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”. Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri ini”. Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?”. Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. [1] (An-Nisa: 97).
Tega juga Pakde Brakodin.
“Ah, ya nggak segitunya, Pakde.…”, celetuk Junit.
Brakodin menjawab. “Puluhan tahun Pakdemu ini menyaksikan dan mengalami bahwa Mbah Sot kalian itu terlalu getol menyalahkan dirinya sendiri. Ia merasa telah banyak berbuat sesuatu, tetapi hasilnya tidak layak disebut sebagai suatu perbuatan.…”
“Kan katanya yang penting bukan berhasil tidaknya, melainkan ketulusan dan daya juangnya yang sungguh-sungguh?”, sambung Seger.
“Mbah Sot selalu merasa belum melakukan sesuatu yang seharusnya ia lakukan, dan selalu melakukan sesuatu yang semestinya tidak ia lakukan”.