CakNun.com
Daur 2086

Menyentuh dan Disentuh

Emha Ainun Nadjib
Waktu baca ± 1 menit

Apakah begini maksudnya: kalau engkau tidak dalam keadaan “muthahhar”, maka tiada Iqra`, takkan terjangkau olehmu kabar ilmu dan pengetahuan dari Al-Qur`an, apalagi makna dan hikmahnya, terlebih lagi fungsinya sebagai hidayah Allah. Engkau tidak akan menyentuhnya, atau ia tidak akan menyentuhmu.

“Muthahhar”. Tersucikan atau disucikan. Oleh Allah, karena kemurahan-Nya, cinta dan kedermawanan-Nya. Berarti tindakan pensucian itu harus juga dilakukan oleh diriku dan dirimu sendiri, sehingga ada semacam kerjasama perubahan antara engkau dengan Allah. Sebab “Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan diri mereka sendiri”. [1] (Ar-Ra’d: 11).

Tentu aku dan mestinya siapapun senantiasa harus mengupayakan proses dan tindakan pensucian diri secara keseluruhan dan terus menerus semampu-mampunya. Pensucian secara keseluruhan, dari badan, hati, pikiran, jiwa, perilaku dan bagian apapun saja dari diri. Tak akan kutawar jasad saja ataukah jasad dan batin, tak perduli bagaimana gradasi dan pembatasan hukumnya. Asalkan perkara kesucian, kuambil saja keseluruhan dan keutuhan. Iqra` setuntas-tuntasnya.

Allah berhak menanamkan ilham atau hidayah kepada seseorang yang berada dalam keadaan tidak suci jasad, bahkan tidak suci rohani. Bukankah hidayah adalah justru perkenan Allah kepada manusia kotor untuk disucikan? Allah memegang hak absolut atas apa saja, dan Ia Maha Suci dari bantahan manusia. “Ia menciptakan apapun yang dikehendakiNya. Ia berkuasa atas segala sesuatu”. [2] (Al-Maidah: 17).

“La yamassuhu illal muthohharun” mungkin ternyata efektivitas makna dan manfaatnya adalah soal kita menyucikan diri atau tidak.

Lainnya

Maiyah untuk Pembebasan

Perubahan sosial dan budaya menuju keadilan, kesejahteraan, kesetaraan dan kemakmuran bangsa, bisa dimulai dari penggalangan jamaah.

Toto Rahardjo
Toto Rahardjo

Topik