Mensyukuri Kerusakan
“Berita buruk adalah berita baik. Berita yang baik adalah tentang yang buruk”, Toling terus memperdalam hal tentang berita buruk, “semakin buruk keadaan atau kejadian, semakin merupakan berita baik”
Jitul menambahkan, “Pada dasarnya pelaku media selalu bersyukur setiap kali ada sesuatu yang buruk terjadi di masyarakat. Perpolitikan kacau mereka bersyukur. Masyarakat rusak mereka bersyukur. Ada bencana mereka bersyukur. Sebab itu semua merupakan berita yang baik. Berita yang baik artinya berita yang laku di pasaran. Berita yang laku di pasaran maknanya adalah mereka memperoleh keuntungan uang dan keduniaan. Ya itu tadi, mereka tidak bisa menemukan hubungan antara sebutir nasi dengan kehendak dan kekuasaan Tuhan”
“Jadi setiap butir nasi yang dimakan oleh keluarga mereka adalah buah rezeki dari keburukan keadaan. Lauk pauk mereka adalah kehancuran Negara. Sambalnya adalah kerusakan moral dan kebudayaan. Kerupuk mereka adalah bencana”, Toling tak mau kalah.
“Maka setiap kali terpaksa membaca atau mendengar berita dari media, saya ucapkan Amin Ya Mujibassailin…”, sahut Junit.
“Maksudnya?”, Pakde Tarmihim belum paham.
“Banyak pelaku media yang mencita-citakan keburukan, mengharapkan kerusakan dan mendambakan bencana. Itu makanan nikmat bagi mereka, sehingga saya mohonkan kepada Allah agar mengabulkan doa mereka itu”
“Ah ya jangan gitu…”, kata Pakde Sundusin.
Junit menunjukkan ayat Allah: “Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang pedih”. [1] (Luqman: 7).