Mencintai Muhammad Tak Berwajah
Selesai sholat maghrib, tiba-tiba istri saya nyeletuk: “Saya pengin banget ketemu Nabi Muhammad. Pengin lihat wajahnya, pengin tahu badannya segede apa. Gimana ya caranya biar bisa ketemu Nabi dalam mimpi.”
Kaget dan gelagapan saya mendengar celetukannya. Ndak ada angin, ndak ada hujan kok tiba-tiba ‘ngidam’ pengin ketemu Kanjeng Nabi. Setengah bingung, saya bertanya kepadanya.
“Kenapa pengin ketemu Kanjeng Nabi?”
“Ndak tahu, tiba-tiba pengin aja.”
“Waduh, kalau pengin, sebenarnya saya juga pengin. Tapi seumur hidup belum pernah sekalipun saya bersua Baginda.”
“Jenengan tahu caranya agar bisa kepethuk Nabi dalam mimpi?”
Saya semakin gelagapan mendengar pertanyaan dari istri dan tambah bingung jawaban apa yang mesti saya beri. Untuk memecah kebuntuan saya diam sejenak, lalu berkata:
“Sebentar sayang…”
Saya raih telepon pintar dan berharap menemukan titik terang. Saya naik turunkan lini masa di Twitter kemudian berhenti sebiah akun. Di situ ada tautan caknun.com. Saya klik dan muncullah tulisan Daur tertanggal 1 Oktober 2017. Sik-sik, dengan gugup saya membacanya.
Bahkan Baginda Muhammad Saw tidak memperkenankan orang menggambar wajahnya. Terdapat sangat banyak sekali manfaat dari ketetapan beliau ini.” –Daur II-240 – Muhammad Tak Berwajah
Manusia sekarang tidak ada yang tahu bagaimana raut dan bentuk wajah asli baginda Nabi. Karena memang beliau tidak mengizinkan siapapun untuk menggambar wajahnya. Beruntunglah umat terdahulu yang setiap hari dapat bertatap muka dengan Nabi. Dan tambah beruntunglah kita umat sekarang yang cinta dan meyakini kemuliaan Kanjeng Nabi tanpa sekalipun menatap wajahnya. Kita sebatas diberi ciri-ciri tentang bentuk wajah, lekuk tubuh Nabi Muhammad. Selanjutnya kita hanya dapat membayangkannya. Menurut riwayat, kening Rasulullah nampak lebar dan bersinar. Giginya putih, rapi, miji timun. Hidungnya mancung, pipinya lembut berseri-seri. Janggutnya memanjang dipadu rambut sebahu ngombak andan-andan. Apa yang terdapat pada wajah Rasulullah adalah komposisi terbaik. Kombinasi yang epic. Tampan sempurna. Menyejukkan hati bagi siapa saja yang memandangnya.
Baginda Nabi sangat memahami kecenderungan psikologi manusia yang penuh kelemahan dan sangat mudah terbiaskan oleh banyak hal yang menimpanya. Kalau beliau perkenankan wajah beliau digambar, kemudian akan menjadi “viral” sepanjang zaman, coba simulasikanlah apa saja akibat-akibatnya.” –Daur II-240 – Muhammad Tak Berwajah
Zaman ini zaman edan. Edané wis ra ketulungan. Dan keedanan terparah dalam hidup ini adalah ketika manusia lupa bahwa mereka punya Allah dan Rasulullah. Banyak manusia sekarang yang sudah lupa kepada yang menciptakan mereka. Gusti Allah ndelik-ketlisut di selangkangan mereka. Dikiranya mereka bisa ambegan, bisa makan-minum, udud ngopi, bisa begitu begini adalah hasil jerih payah mereka sendiri. Padahal, satu hela nafas kita saja terkandung takdirnya Allah SWT. Kalau sedetik saja Allah tidak terlibat dalam peristiwa hirup-lepas nafas, maka modar-lah kita.
Tragis nian. Jangankan ingat Rasulullah, Allah saja sudah klendran terlupakan. Kita tahu bahwa Rasulullah adalah kekasih Allah. Barangsiapa mencintai kekasih-Nya, sudah barang tentu Allah balik mencintai mereka. Bahkan ada satu metode khusus supaya doa kita di ijabah Allah SWT. Syaratnya, ketika berdoa kita puji-puji dulu kekasih Allah. Kita dengungkan shalawat, kita haturkan salam penghormatan terbaik teruntuk Baginda Nabi. Ya ayyuhal-ladziina aamanuu sholluu ‘alaihi wa sallimuu tasliimaa. “Wahai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 56)
Dengan cara seperti itu, besar kemungkinan permohonan dan doa-doa kita dikabulkan oleh Allah SWT (Insya Allah).
Rasulullah memang tak kita jumpai secara fisik. Namun dengan iman, cinta dan keyakinan ruh Muhammad ada dalam diri kita. Cahaya Muhammad masuk melalui pori-pori. Berdenyut pada jantung dan urat nadi. Mengalir dalam aliran darah. Dan terpancar lewat sikap dan perbuatan sehari-hari. Tak ada masalah meski kita tak dapat menemukan wajah asli baginda Nabi. Ternyata itu malah lebih baik. Keputusan Muhammad tidak memperkenankan wajahnya untuk digambar merupakan keputusan yang terbaik. Sangat tepat jika diterapkan dengan keadaan zaman sekarang. Zaman edan yang kian marak kebencian, fitnah, hoax, tipu-tipu, manipulasi (talbis) dan kekejaman teknologi-digitalisasi lainnya. Untung saja hari ini tidak ada gambar atau foto Kanjeng Nabi.
Bagi yang mencintai beliau, gambar itu akan diaplikasikannya menjadi berbagai macam keperluan. Dipasang di rumahnya. Disebar ke segala tempat. Menjadi gambar utama setiap buku. Menjadi foto di status medsosnya. Diselipkan di dompetnya. Dijadikan jimat dengan berbagai cara.
Bagi yang membencinya, gambar itu menjadi bahan dan alat untuk segala macam eksploitasi untuk menghina beliau. Diedit dengan foto-foto lelaki yang sedang bermain seks dengan wanita telanjang. Digambar di poster, baliho, spanduk dan media apapun dengan kalimat-kalimat yang mengutuk dan menghina beliau.” –Daur II-240 – Muhammad Tak Berwajah
Apa yang tidak berpasangan di dunia ini. Semua berjodoh, memiliki pasangan masing-masing. Laki-perempuan, siang-malam, panas-dingin, pahit-manis, cinta-benci. Ada orang yang sangat cinta. Namun ada juga orang yang benci setengah mati.
Menyambung paragraf di atas. Bayangkan kalau hari ini ada foto wajah Kanjeng Nabi. Akan ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, bagi yang mencintai pasti akan memuja dan mengelu-elukannya. Foto beliau difigura ukuran besar lalu dipajang di ruang tamu dan kamar. Dijadikan wallpaper smartphone. Dijadikan cover depan buku-buku. Dijadikan background setiap acara pengajian atau acara keagamaan. Dibikin karikatur, stiker, poster, dll.
Kedua, di pihak yang membenci, foto Baginda Nabi akan dijadikan bahan bully atau olok-olok. Diedit, direkayasa, dimanipulasi sedemikian rupa. Dengan tujuan untuk menjatuhkan, melecehkan, menghina, merusak kenabian beliau. Pendek kata, foto gambar Nabi menjadi ‘barang lowakan’ yang tak bermakna, remeh dan murahan. Sama sekali tak berharga, tidak sakral, tidak memiliki keistimewaan. Untungnya wajah Nabi tidak digambar.
Gambar itu kemudian menjadi foto. Dan fotografi meningkat menjadi video. Ketahuilah beliau tidak berkenan digambar wajahnya, sebagai pesan serius bahwa teknologi fortografi, video, televisi, internet, dan berbagai ragam variasinya itu adalah lidah Iblis yang sangat efektif dan revolusioner menghancurkan kehidupan manusia. Maka cintailah beliau selama di dunia, tanpa wajahnya.” –Daur II-240 – Muhammad Tak Berwajah
Dengan mata nanar dan terbata, saya katakan pada istri saya: “Semoga nanti kita diizinkan menjumpai wajah teduh Baginda Nabi. Tapi tidak sekarang. Karena Rasulullah tidak berkenan digambar wajahnya. Dan itu demi kebaikan umat semesta. Akan lebih banyak mudharat dibanding manfaatnya apabila wajah Baginda Muhammad digambar. Apa sebabnya? Sebab kecanggihan teknologi zaman sekarang berpotensi besar untuk merekayasa yang baik jadi buruk, benar jadi salah, mulia jadi hina dan seterusnya. Maka mencintai beliau selama di dunia tanpa wajahnya itu jauh lebih mulia. Sangat tinggi derajatnya. Seperti yang disampaikan Simbah pada tulisan Daur ini.
Untuk mengobati rasa rindu bertemu Rasulullah, tempuhlah dengan perbanyak shalawat. Sebelum tidur dirikan shalat hajat dua rakaat, niatkan untuk bertemu yang mulia Baginda Rasul. Kalau rezeki, InsyaAllah kanjeng Nabi menyapamu di dalam mimpi. Atau cukup ikhlaskan saja. Seperti cintanya kanjeng Nabi pada umat-umatnya. Ikhlas memberi tanpa diminta. Ikhlas mengasihi tanpa pamrih. Ikhlas menyayangi dan mencintai. Hanya kecintaan, yang akan mempertemukan dengan yang dicintai.
Ia pun tersenyum kemudian lelap di pangkuan.