Memenggal Info Tuhan
Bumi sebagai pusat peradaban jagat raya hasil Abad Pencerahan alias Abad Penggelapan itu menata pendidikan Sekolah, kebudayaan masyarakat dan peradaban secara keseluruhan, terutama mesin politik globalnya – dengan meletakkan Tuhan dan langit hanya sebagai faktor tersier yang berfungsi mitologis.
Di dalam jenjang-jenjang kependidikan, ditempuh disiplin dan metodologi yang tidak memungkinkan Tuhan dan langit dibuktikan secara ilmiah dan akademis. Maka sesungguhnya Tuhan dan langit tidak diakui eksistensinya secara ilmu, kecuali sebatas cakrawala dan mitos.
Dengan Bahasa lain, yang ditempuh oleh ummat manusia sejak abad 14 hingga 21 sekarang ini adalah ilmu yang atheistik. Tuhan dan langit memang disebut-sebut, tetapi hanya menjadi sertaan yang ilustratif dan parsial dari bangunan psikologi manusia. Tuhan tidak dipahami dan diperlakukan sebagai Tuhan sendiri menginformasikan diri-Nya dan memerintahkan apa yang seharusnya ditempuh oleh para makhluk-Nya.
Semua kepustakaan Kitab-Kitab suci diamputasi informasi mendasarnya. Mereka mengangkat dan melantik sendiri tuhan-tuhanan, dan dipeluk sampai hari ini, dengan menghindari konsep ketuhanan yang diinformasikan oleh Tuhan. Kitab-Kitab yang terdahulu dikubur, direvisi, dipotong, diganti, sampai ribuan kali. Kitab terakhirnya Allah, Al-Qur`an, diupayakan sedemikian rupa untuk ditidakkan dalam mekanisme apapun dalam kekuasaan global.
Pendidikan bayi dan kanak-kanak tidak dimulai dari “Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan”. [1] (Al-’Alaq: 1). Padahal pelajaran paling dini kepada setiap anak adalah membaca dan menulis. Sejak hari pertama kelas Sekolah, anak-anak digiring untuk menjauh dari hidayah Allah. Membaca tidak dalam lingkup langit Tuhan, yang bumi hanya menjadi bagian sangat kecil darinya.