Manusia Sejati 10.9
Sudah sangat banyak guyuran hidayah Allah kepada Maiyah dalam perjalanannya hingga hari ini. Beragam ilmu di-gerojok dan tersebar dari khazanah yang disampaikan Mbah Nun. Baik dalam rupa puisi, esai, lirik lagu, naskah drama, maupun filler. Sejak tahun 70-an hingga 2017 ini. Tidak hanya dari Cak Nun, namun juga dari marja’ Maiyah lainnya: Cak Fuad dan Syaikh Nursamad.
Hidayah hadir mengikuti perilaku Maha Pemberi hidayah itu sendiri. Ilmu apa yang diturunkan pun terserah Dia. Tidak datang seperti urutan daftar isi karya ilmiah akademis mulai dari pendahuluan hingga kesimpulan. Bisa dikasih yang ada dalam bagian kesimpulan dulu, lalu melompat ke seksi pendahuluan, baru kemudian hal-hal dalam pembahasan.
Semua ilmu yang hadir seperti kepingan-kepingan puzzle. Namun bagi saya, kepingan puzzle yang diberikan itu tidak langsung disertai gambar utuhnya. Kita Jamaah Maiyah yang harus meraba dan mengenali kira-kira susunan kepingan itu akan membentuk gambar apa. Dari perabaan tersebut kemudian kita mengidentifikasi kepingan itu harus diletakkan di mana. Perlu perenungan untuk bisa menempatkannya secara presisi pada maqomnya.
Pernah beberapa tahun lalu ketika masih melakoni episode tukang cuci pakaian di belahan bumi yang berkebalikan dari nusantara, sembari menunggu dan melayani customer dan waktu luang pulang kerja, saya menyimak maiyahan dari beragam video yang telah saya unduh sebelumnya. Hampir selama tiga tahun menyimak, saya menemukan kepingan-kepingan puzzle. Ketika coba menyusunnya, saya merasa sepertinya ia membentuk sebuah gambar utuh ilmu yang hadir di Maiyah.
Dua “Operating System”
Dalam pandangan saya, manusia bila diibaratkan smartphone, ada dua tipe. Satu yang bersistem operasi Android, dan satunya lagi iOS. Ada manusia yang alam pikir dan laku kehidupannya berjalan sesuai “Operating System” Duniawi (Sudra), sementara yang lain diinstal “Sistem Operasi” Ukhrowi (Brahmana). Pelaku Duniawi berorientasi hidup dengan mengutamakan dunia. Sedangkan salik Ukhrowi memprimerkan akhirat (Al-Qashash: 77). Kedua perangkat lunak dasar ini memiliki sistem nilai yang berbeda meskipun fungsi aplikasi dan outputnya secara umum sama.
Berangkat dari analogi itu, kita ambil satu aplikasi pada smartphone. Taruhlah Whatsapp. Aplikasi ini berfungsi dengan baik di kedua sistem baik Android maupun iOS. Namun agar bisa berjalan di keduanya, kode program Whatsapp harus mengikuti platform dasar masing-masing. Seperti tatkala akan membangun rumah tingkat, akan berbeda sistem fondasinya antara dibangun di tanah gambut yang tidak stabil dibanding di tanah padat. Kalau kita membangun fondasi standar tanah padat di tanah gambut, sumpah mati bangunan itu lama kelamaan akan miring dan ambruk. Anda harus menancapkan kayu panjang sebagai terucuk yang sangat rapat dan banyak di tanah gambut di antara fondasi.
Maksud saya begini. Whatsapp, baik di Android maupun iOS, fungsinya sama. Sama-sama sebagai media komunikasi teks yang juga bisa mengirimkan dokumen, gambar, audio, dan video. Sama persis. Tapi kode-kode pemrograman Whatsapp di balik keduanya sangat berbeda. Pun pada manusia. Bagi saya, setidaknya ada dua aplikasi yang berjalan dengan fungsi dan keluaran yang sama baik pada manusia Duniawi maupun Ukhrowi.
Dua “aplikasi” itu adalah Sungguh-sungguh dan Unggul. Apa yang tampak pada perilaku kedua manusia Duniawi dan Ukhrawi akan sama. Bentuk Sungguh-sungguh adalah kerja keras. Yang membedakan keduanya yaitu nilai di dalamnya yang tak tampak (sirr). Manusia Duniawi akan sungguh-sungguh bekerja, sangat serius, dan sampai disebut banting tulang. Namun fokus dan tujuannya adalah gaji atau imbalan yang akan didapat nanti. Niat dan hatinya dipenuhi harapan materi yang akan diterima. Jika ia pedagang akan baik dalam bekerja agar uang yang dihasilkan lebih banyak. Atau kalau ia karyawan, bekerja supaya mendapat tambahan bonus.
Sementara manusia Ukhrawi akan tenanan, sungguh-sungguh dan juga serius melakoni apapun karena itu merupakan sebuah keharusan hidup. Karena Tuhan menciptakan manusia tidak main-main (Al-Mukminun: 115). Maka manusia harus menjalani hidup dengan sungguh-sungguh. Imbalan materi hanya bonus dan otomatis Tuhan akan memberinya.
Begitupun dengan aplikasi Unggul. Manusia Duniawi akan mati-matian hidup mengungguli orang lain. Segala kreativitas dan inovasi yang hadir berangkat dengan niat bersaing menggungguli orang lain. Namun berbeda dengan manusia Ukhrawi. Unggul itu bagi mereka adalah hanya mengungguli dirinya sendiri. Maknanya, dirinya hari ini harus lebih unggul dari dirinya kemarin. Dirinya besok harus lebih unggul dari hari ini. Dirinya sore ini harus mengungguli dirinya tadi bagi.
Perlahan muncul kesadaran bahwa sejak kecil, OS yang terinstal pada diri saya adalah Duniawi. Maiyahan menjadi media instal ulang dan upgrade software. Ganti OS dari Manusia Dajjal menjadi Manusia Sejati. Upgrade Dari Manusia Sejati 1.9 menjadi Manusia Sejati 2.0. Terus-menerus upgrade hingga Manusia Sejati 10.9 dan seterusnya.
Pemetaan manusia Duniawi dan Ukhrawi ini hanya tadabbur saya semata. Dan ia bukan kebenaran sejati. Kalaulah benar, hanya kebenaran versi saya. Kepingan puzzle Sungguh-sungguh, Unggul, Al-Qashah 77, Al-Mukminun 115, dan masih banyak yang lain terserak dari Maiyahan dalam rentang waktu yang panjang. Tapi setidaknya itu cukup menjadi kunci yang menjadi pegangan hidup untuk diamalkan. Pelan-pelan. Sedikit demi sedikit. Mungkin Jamaah Maiyah juga menemukan kepingan-kepingannya sendiri. Dan alangkah baiknya bila apa yang diperoleh itu dibagi bersama dan saling melengkapi.
Sebagai orang yang tidak terlalu pandai berpikir cepat, saya yakin kepingan puzzle itu loading, berproses dengan sendirinya dalam alam bawah sadar saya. Ia mengendap di sana. Dan entah kapan muncul. Biasanya ketika ada cantolan yang pas, ia nyangkut dengan sendirinya.
***
Pemetaan Duniawi-Ukhrawi itu saya tulis di kertas kosong. Kemudian saya tempelkan pada dinding putih lebar di hadapan saya. Lalu saya mundur perlahan. Saya lihat kertas itu. Ia tampak kecil di tengah tembok kosong yang lebar. Pikiran saya mempertanyakan kembali. Apa iya pemetaan itu adalah gambar besar Ilmu Maiyah? Fokus pandangan saya bergantian antara kertas dan tembok kosong. Dan pikiran saya kembali hadir. Sepertinya saya telah salah sangka. Pemetaan itu hanya sekeping puzzle dalam gambar utuh yang lebih besar.