CakNun.com

Maiyah dan Manajemen Merohanikan Dunia

Rizky D. Rahmawan
Waktu baca ± 2 menit

Di dalam ilmu Maiyah awal-awal dahulu kita mempelajari istilah merohanikan. Pada Mocopat Syafaat Agustus 2017 yang lalu Mbah Nun menyampaikan bahwa sebetulnya Islam adalah tuntunan atau teknologi atau manajemen supaya kita makin pandai merohanikan dunia.

Mbah Nun mengajak untuk menemukan peristiwa merohanikan pada kasus apa saja. Misalnya pada kasus korupsi, kita harus mempunyai ide, imajinasi atau konsep berpikir bahwa yang eman dari terjadinya korupsi bukanlah urusan harta yang hilang. Konsep eman seperti itu masihlah dalam taraf materiil, belum rohani.

Alasan yang rohaniah misalnya, terhadap koruptor yang kita eman adalah “Kok ono wong ndadak nyolong, koyo-o Gusti Allah ora sayang wae, demikian Mbah Nun menyampaikan. Kita menjadi eman ketika ada orang kok tidak percaya pada rezekinya Allah, sehingga ia sampai mengubernya dengan setengah mati.

Kalau perhatian kita pada barang yang hilang, belum tentu kekhawatiran kita tepat. Sebab Allah Maha Kaya, dunia dicuri tidak akan habis, pohon akan tumbuh lagi, berbuah lagi, tanah bisa sembuh kembali. Terlebih perbendaharaan kita akan kekayaan materiil juga sangat terbatas. Karena kita belum tahu apa yang kelak akan menjadi jenis-jenis kekayaan baru, sebab kita hanya akan mengetahuinya setelah ilmu kita bertambah. Mbah Nun memberikan analogi yakni ketika kita belum mengenal sambal, maka lombok tidak kita kenali sebagai sebuah kekayaan. Akan tetapi, setelah sambal menjadi komoditas industri yang luar biasa, baru kita tahu bahwa lombok itu kekayaan.

Kesedihan kita memadang koruptor adalah karena kita menjumpai pemandangan kekufuran yang berganda-ganda. Kita sedih menyaksikan pertama ada orang yang mengambil apa yang bukan miliknya, kedua kita sedih menyaksikan orang yang sedang menuduh Tuhan tidak sayang padanya, ketiga dia seolah-olah Tuhan bukan Ar-Rozaq. Begitulah kalau kita berpikir rohaniah, dosa yang terlihat menjadi banyak sekali. Dalam peristiwa itu dia menyakiti Allah, kalau menyakiti Allah berarti menyakiti Rasulullah, kalau menyakiti Rasulullah berarti menyakiti tabi’in, tabi’it tabi’in dan seterusnya yang dengan begitu ia telah menyakiti seluruh nilai di mana manusia memegang Islam.

Begitulah dalam banyak kesempatan secara berulang Mbah Nun mengajak untuk kita di Maiyah memandang segala sesuatu secara rohaniah. Juga untuk belajar merohanikan kehidupan kita. Sakit kita rohanikan, sehat kita rohanikan, kekayaan pun kita rohanikan.

Tidak apa-apa kita menjadi kaya, tetapi kemudian rohanikan kekayaan kita itu. Caranya adalah dengan menggunakan kekayaan kita untuk sesuatu yang disukai Allah, untuk menolong orang lain, termasuk untuk menafkahi istri dan membiayai keperluan anak-anak ber-tholabul ‘ilmi.

Di Maiyah kita dilatih untuk memiliki daya pilah yang jeli. Kalau memiliki sepeda motor, cara pandangnya tidak boleh keliru. Kalau sepeda motor kita pandang sebagai bondho, maka ia materiil. Tetapi kalau sepeda motor kita pandang sebagai fungsi, maka ia rohaniah.

Daya pilah ini juga kita terapkan dalam kewaspadaan ketika bertransaksi, berjualan atau bekerja. Di dalam bertransaksi ada rongga ketidak-ikhlasan di dalamnya. Sederhananya, setiap orang yang beli pasti tidak setuju dengan harganya. Sekurang-kurangnya selalu ingin harga yang lebih murah. Betapa di sini transaksi menjadi sangat lemah. Maka harus kita pilah, ketika hendak bertransaksi, perolehan kita sebatas wala tansa nashibaka minadunya, jangan melampaui batas menjadi ambisi terhadap keuntungan.

Prinsip rohanisasi semacam ini sebetulnya bukanlah sebuah anomali bagi kehidupan dan produktivitasnya. Kalau kita kerangkakan pada teori manajemen, di dalam transaksi, baik kita berjualan maupun bekerja, maka orang yang fokus terhadap pelayanan akan berpotensi lebih maksimal performanya, ketimbang mereka yang orientasinya terbagi sebab ambisi terhadap perolehan dan laba.

Ini konsep manajemen biasa, bahwa orang yang konsentrasinya ibadah atau pelayanan maka dia 100 persen energinya untuk melayani orang. Tetapi kalau orang diganggu oleh nafsu ingin laba, maka energinya terkurangi, sehingga pelayanannya menjadi lebuih buruk. Berarti potensi pendapatannya menjadi lebih kecil dibanding orang yang tidak ingin uang. []

Lainnya

Min Adab-idDunya ilaa Fuad-ilJannah

Min Adab-idDunya ilaa Fuad-ilJannah

Al-Quran Tidak Ikut Pensiun

Alkisah, Allah serius menciptakan Nur Muhammad, sehingga melanjutkannya dengan bikin jagat raya alam semesta beserta penghuninya.

Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib