Lèmpèngan Qadar
Apakah lèmpèngan cahaya itu
Semacam Lailatul Qadar
Yang dilimpahkan oleh kedermawanan Allah
Kepada hamba-hamba-Nya?
Seperti selembar cahaya amat sangat luasnya
Yang lebarnya cukup untuk memuat seratus tatasurya
Dengan masing-masing berisi seratus matahari
Serta berhiaskan seribu rembulan
Semacam hamparan berbagai jenis emas permata
Bergerak perlahan dari ufuk jauh semesta
Satu lèmpèngan besar turun mendekat ke Bumi
Disangga oleh para makhluk langit entah siapa
Lèmpèngan amat luas berbungkus cahaya
Digelar oleh 33 ribu Malaikat di atas angkasa Nusantara
Mereka menggelarnya sampai keluasan
Yang hampir menyentuh cakrawala
Lailatul Qadarkah ia, tiupan cinta Allah
Lembaran cahaya, permadani raksasa
Tikar agung, yang dianyam dengan benang cinta
Dan berlaksa jarum-jarum kerinduan
Baginda Jibrilkah itu yang langsung mempanglimai
Pelaksanaan taburan Lailatul Qadar di malam sunyi
Untuk ratusan juta kekasih Allah di kepulauan Nusantara
Ar-Ruh kah itu yang berdzikir bersama 33 ribu pasukannya
“Nahnu nusabbihu bihamdika wa nuqoddisu lak”
Kami semua bertasbih kepadaMu
Siap melaksanakan perintah-Mu
Menaburkan Lailatul Qadar kepada hamba2-Mu
Tiba-tiba dari tanah Nusantara
17 gelembung cahaya terbang ke angkasa
diikuti oleh 45 gumpalan cahaya lainnya
Menuju pusat pancaran Ar-Ruh sang Panglima
17 gelembung cahaya itu menyampaikan kepada JIbril:
“Di pusat Nusantara, waktu telah melompat ke tahun 2019
Hamba-hamba Allah berdesakan berebut tempat di 2019
Segala hal di 2017 dikerahkan untuk nafsu 2019”
45 gumpalan cahaya meneruskan penyampaian:
“Di tanah bawah Nusantara hamba-hamba Allah beriktikaf
Di Masjid dan di rumah mereka berdzikir memohon Lailatul Qadar
Tetapi hanya untuk mimpi kekayaan bagi diri masing-masing”
“Bukankah Baginda Jibril diperintahkan oleh Allah
Untuk melimpahkan Lailatul Qadar yang amat khusus
Yang berupa pertolongan besar bagi bangsa Nusantara
Sebab mereka sedang didera penyakit yang mereka takkan sanggup menyembuhkannya?”
“Tetapi mereka tidak memintanya
Mereka tidak berkumpul untuk bersujud bersama
Mereka tidak bertasbih sebagai sebuah bangsa
Mereka hanya memimpikan kekayaan, bukan kesembuhan”
Sampai fajar berlalu
Sampai matahari memunculkan wajahnya
Lèmpèngan cahaya itu tak diturunkan ke Bumi Nusantara
Putra-putri Ibu Pertiwi berjalan tersaruk-saruk di bawah terik panas matahari”
Yogya Juni 2017.