Lahir Kembali sebagai Muhammad Baru
Tak ada kisah tentang dialog yang lebih lanjut, misalnya Muhammad bertanya: “Andaikan aku bisa membaca, maksudnya Allah buku apa yang mesti kubaca?”.
Juga tidak diriwayatkan ada pertanyaan: “Perintah membaca ini untukku, ataukah untuk ummatku, ataukah untuk seluruh ummat manusia dan masyarakat Jin?”. Anak-anak kecil bahkan mungkin membayangkan Malaikat Jibril menyampaikan “Iqra`” sambil menyodorkan sebuah buku kepada Muhammad.
Yang diinformasikan oleh Allah melalui Malaikat Jibril dengan menggunakan kata Iqra` itu adalah bahwa seluruh pengalaman 40 tahun Muhammad itu belum “bismi Rabbika”. Belum dengan dialektika dan teritori intelektual “alladzi kholaq”. Selama 40 tahun Muhammad membangun kepribadian dan moral sosial masih hanya dengan kepolosan kemanusiaannya. Belum dengan legitimasi Maha Pengasuhnya. Rob-nya, alladzi kholaq. Yang menciptakannya min ‘alaq.
Al-‘Alaq: 1-3 [1] adalah firman induk dari Allah, pembelajaran akar, Ibu ilmu, pengetahuan, sikap dan tindakan hidup, yang merupakan legitimasi dan momentum kelahiran beliau sebagai Muhammad baru. Dengan cara pandang baru. Lingkungan pandang baru. Metodologi baru. Perspektif ilmu baru. Integritas kemanusiaan yang baru, yang berlingkup bumi dan langit.
Momentum Iqra` adalah juga saat awal dimulainya semacam kerjasama yang sadar antara manusia dengan Allah di dalam mengelola diri dan kehidupan. Kalau Allah mau, Ia tidak perlu menyuruh Muhammad Iqra`, melainkan langsung membuat Muhammad memiliki mekanisme intelektual dan kejiwaan sedemikian rupa sehingga Muhammad mulai saat kontemplasi Gua Hira itu langsung menjadi Manusia Iqra`, tetapi subjeknya adalah Allah sendiri.
Tetapi Allah menciptakan manusia, bukan membikin robot. Robot tidak tahu apa-apa, hanya digerakkan dan dikendalikan. Muhammad dijadikan perintis untuk mengawali kebijakan baru bahwa manusia adalah juga subjek kehidupan.