Kesembronoan Ilmu
Salah satu yang paling dominan dalam kehidupan ummat manusia, menurut Mbah Sot, termasuk pada Kaum Muslimin, adalah kesembronoan ilmu.
Seperti yang tadi diungkapkan oleh Pakde Brakodin. Ketika Allah berfirman “agar Kami mengetahui”, orang menyangka Allah punya kemungkinan untuk pernah tidak tahu. Tidak ada ingatan dan kesadaran tentang dialektika lipatan subjek-objek sebagaimana retorika seorang Bapak kepada tetangganya membahasakan anaknya dengan meletakkan diri pada posisi anaknya. Atau Guru kepada muridnya. Juga Tuhan kepada hamba-Nya.
Ketika Allah menyebut diri-Nya “Kami”, orang sembrono dan merasa lega menemukan Tuhan ternyata tidak Tunggal, tidak Satu, tidak Ahad, buktinya bilang “Kami”. Mereka menyuruh Tuhan bekerja sendiri, mengurusi hujan dan angin sendiri, menumbuhkan tanaman sendiri, mencabut nyawa sendiri, menggelombangkan lautan sendiri, mendetakkan jantung manusia sendiri, meletuskan gunung sendiri, dan menggoyangkan gempa bumi sendiri.
Manusia melarang Tuhan untuk menciptakan staf-staf-Nya, para pembantu-Nya, Malaikat-Malaikat-Nya. Kemudian tatkala Allah menginformasikan “Kepada Tuhannyalah mereka melihat”. [1] (Al-Qiyamah: 23), mereka berpikir bahwa akan bisa melihat Allah dengan matanya yang di dunia ini mereka pakai berlebihan untuk melihat lembaran uang, gemerlap gedung-gedung, warna-warni teknologi, wajah perempuan yang mereka simpulkan itu adalah kecantikan.
Kesembronoan ilmu manusia membuat mereka merasa yakin sedang melihat cahaya, melihat api, melihat ombak dan gelombang, serta melihat sangat banyak hal yang pada hakikatnya bukan yang mereka rumuskan itu yang mereka lihat. Padahal ilmu Fisika, Biologi, Matematika, bahkan kegagahan IT mereka serasa telah tiba di puncak peradaban. Mungkin itu muatan tertawa Mbah Sot.