Kembul Malaikatan
Malam ini 31 Desember 2016 yang bertepatan pula dengan malam tahun baru, Majlis Gugur Gunung mengadakan hajatan berupa tancep kayon. Sudah merupakan tradisi bagi Majlis Gugur Gunung untuk tancep kayon ini yang mana sudah berjalan selama dua tahun. Istilah tancep kayon sendiri bagi Majlis Gugur Gunung ialah mengerti waktu untuk mengakhiri sesuatu dan untuk dievaluasi masa satu tahun kegiatan yang sudah berjalan. Dengan tetap mengaitkan masa lalu dan masa sekarang lalu dievaluasi untuk menetapkan langkah di masa depan. Dengan beberapa tema yang diusulkan oleh sedulur-sedulur Gugur Gunung, yang akhirnya disimpulkan dalam satu tema yakni Kembul Malaikatan. Seperti biasa cangkrukan malam ini bertempat di taman bermain Qomaru Fuady, Mbalongsari, Ungaran.
Setelah dibuka oleh Mas Jion selaku moderator pada malam hari ini, dilanjut dengan pembacaan doa wasilah oleh Mas Wahid, lalu ber-munajat maiyah yang dipimpin oleh Mas Tyo.
Di tengah-tengah para sedulur yang telah hadir sudah tersaji urap kluban yang siap disantap. Usai munajat segera Mas Jion mempersilakan para sedulur untuk merapat menikmati hidangan. Gemerlap suara petasan di sekitar sudah tak dihiraukan lagi oleh semua yang hadir, yang ada hanyalah rasa cinta dan kebersamaan diiringi tawa serta obrolan-obrolan ringan.
Ki Wangker Bayu, begitulah nama sebutan untuk tiga dalang muda yang baru belajar dunia pewayangan. Alasan Mas Agus memberikan nama tersebut karena wayang-wayang yang digunakan berasal dari kardus buatan tiga dalang tersebut dan beberapa sedulur sekampungnya yang bernama Bangetayu. Sehingga disingkat menjadi Ki Wangker Bayu (Ki Wayang Kerdus Bangetayu).
Dalam pada itu tiga dalang muda tersebut masih sangat minim pengetahuan tentang pewayangan, namun semaksimal mungkin mempersiapkan untuk berusaha menghibur sedulur-sedulur yang hadir. Meski banyak kekurangan yang ditampilkan namun riuh tawa dan sorak tepuk tangan usai pagelaran wayang garingan ini memberikan tambahan semangat untuk tiga dalang muda ini. Kurang lebih jam 11.30 pagelaran wayang ini selesai dan ditanggapi oleh beberapa jamaah termasuk Mas Norman dan Mas Agus yang memberikan apresiasi kepada Ki Wangker Bayu.
Berikutnya sebuah hiburan akustik yang dibawakan oleh Mas Rif’an yang akrab disapa Vino dengan membawakan tembang lir-ilir dengan aransemen versinya sendiri mampu memukau semua yang hadir. Hingga tak terasa waktu menunjukkan tepat jam 12 malam yang juga malam tahun baru 2017. Segera Mas Agus mempersilahkan kepada Mas Aniq untuk mengumandangkan adzan sebagai tanda serta doa untuk melangkah di tahun depan menjadi lebih baik lagi. Suasana khidmat menyelimuti seluruh jamaah yang hadir saat dilantunkannya adzan.
Usai Adzan, Mas Norman memberikan beberapa tanggapan tentang buku “Kembang Gunung” yang malam ini juga di-launching oleh Majlis Gugur Gunung. Menurut Mas Norman malam ini tidak memungkinkan untuk membahas satu persatu dari isi buku, hingga dibutuhkan sesi bedah buku di waktu yang lain, serta bisa diberikan sesi kesempatan untuk tanya jawab dari pembaca.
Berikutnya tak ketinggalan Mas Leo juga memberikan apresiasi tentang buku ini, menurutnya banyak hal yang mengena dari buku ini. Pertama tentang kata pengantar dari Mas Sabrang (Mas Noe Letto) dengan nama potluck. Potluck ialah suatu jenis pesta dimana kita, masing-masing membawa makanan atau sajian berupa ilmu yang nantinya akan dinikmati bersama-sama serta tidak ada paksaan apakah itu nanti akan dimakan atau tidak, tergantung dari masing-masing peserta pesta bagaimana nantinya mengejawantahkannya di dunia nyata. Serta buku ini merupakan cerminan dari Gugur Gunung yang dilakukan pada tahun 2016 ini.
Kemudian Mas Aniq merespon tema diskusi pada malam hari ini yakni Kembul Malaikatan. Justru Malaikat itu linglung dan bingung, Malaikat mungkin akan berkata “ini manusia apa-apaan” pada surat Al Baqarah, Malaikatberkata”manusia dijadikan khalifah di muka bumi, padahal mereka itu saling berpecah belah, gawe kerusakan, bertumpah darah” tapi disini malam ini kok malah bikin acara Malaikatan? Jelas dikatakan di Al-Qur’an dikatakan bahwa Bani Adam itu dimuliakan oleh Allah, berarti manusia memiliki potensi pada pandangan futuristik. Karena wujud mutlaknya Allah bermanifestasi atau mengeJawantah dengan alam semesta yang disebut Nur Muhammad SAW. Oleh karena itu jika tidak ada Nur Muhammad, Allah tidak akan menciptakan semuanya. Oleh karena Allah memuliakan Bani Adam dengan memberikan kedudukan yang tinggi (akhsani takwim) maka kita pun seharusnya memuliakan sesama. Tapi selain memuliakan, dibalik itupun juga terdapat ancaman jika manusia bercerai berai maka akan menjadi asfalasafillin yang bahkan lebih rendah dari hewan. Maka dari itu fitroh manusia adalah fitroh ilahiah. Sebagai manusia jika semakin kita berpikir atau membayangkan tentang keberadaan Allah maka akan semakin keliru. Hanya dengan melihat bentuk ciptaannya baik itu manusia, hewan atau alam semesta maka disitu kita akan menemukan bentuk mutlaknya Allah. Pada Al Qur’an sering kita diklaim bahwa kita bertanya tentang ruh. Dan terdapat tafsir tentang Jawaban oleh kanjeng Nabi bahwa kita terdapat di alam “amr” bukan sekedar “utusan”. Oleh karena itu di Jawa mengenal sedulur papat. Yakni air,tanah,api, dan udara. Dengan mengenal itu maka kita akan mengetahui diri kita. Atau bisa disebut dengan qari’. Dan diajarkan oleh kiai-kiai “kuno” alfatihah itu tidak hanya untuk orang lain tetapi diri kita sendiri pun perlu di Al Fatihah, itulah manusia.
Di dalam Al Qur’an manusia juga dikenal sebagai insan (kata benda) dan anas (kata kerja) juga anis (kata sifat) yang sebenarnya memiliki arti adalah harmoni/keharmonisan. Dan sesama manusia harus memiliki ukhuwah insaniah. Meskipun dalam struktur memiliki arti sama-sama manusia tapi dasarnya adalah kebahagiaan. Ukhuwah insaniah melahirkan saling berbagi kebahagiaan.
Alasan kenapa kanjeng Nabi pertama kali diberi surat Al-‘Alaq, pada ayat kedua. Allah sebagai Kholaqo menciptakan insana. Dimana kita harus memiliki sisi kemanusiaan dan sisi keharmonisan. Entah merah kuning ataupun biru akan terlihat indah jika bersama layaknya pelangi. Fitroh manusia yang diciptakan oleh Allah itu, ketika ada baiknya manusia akan melebihi Malaikat dan ada buruknya melebihi setan.
Malaikat sendiri memiliki kata lain malakuh, berarti menguasai atau bawana dalam istilah Jawa, sedangkan manusia buwana. Jadi dimanapun saja ada Malaikat, namun secara struktural hanya ada 10. Ada Malaikat yang menjaga gunung, daratan dlsb. Di Jawa sendiri kemungkinan juga ada istilah-istilah untuk Malaikat-Malaikat tersebut. Bahkan Al Qur’an ketika ditafsirkan dengan bahasa inggris, bahasa Indonesia, bahasa Arab namun ketika digunakan bahasa Jawa akan memiliki sastra yang kaya. Oleh karena itu patut kita syukuri bahwa kiai-kiai jaman dahulu tidak meninggalkan qodrat sebagai Jawa.
Ketika melihat Nabi Muhammad SAW banyak yang menceritakan sisi-sisi keRosulan, tapi sedikit yang menceritakan sisi keNabiannya. Sisi keRosulan adalah yang mengajarkan syariat-syariat agama baik itu Isra’ mi’raj yang mengajarkan tentang sholat. Lalu, bagaimana dengan kepribadian Nabi Muhammad SAW. Kita tidak pernah mengenal secara masyhur saat-saat kanjeng Nabi duduk bersila, terjaga saat malam, atau naik turun gunungsendiri, bagaimana kanjeng Nabi mengayomi ummatnya. Bahkan jaman dahulupun ketika kanjeng Nabibertutur dan pada beberapa kalimat terciprat ludah, para sahabat pun yang berada di depan beliau menengadahkan tangannya karena berharap keberkahan. Maka sejak zaman Nabi sudah ada fenomena seperti itu. Karena kepintaran seseorang bukanlah karena dia belajar saja namun lebih kepada berkah dari Allah swt.
Usai Mas Aniq memberikan tanggapan, kemudian Mas Jion memberikan kesempatan kepada tamu-tamu atau sedulur yang hadir dari jauh-jauh. Misalkan Mas Joko dari Suluk Pesisiran Pekalongan, Mas Dida dari Maneges Qudroh Magelang, Mas Damar dari Jogja, Mas Yoyok dari Tuban.
Berikutnya Mas Agus berterima kasih pada usulan-usulan bagus dari Mas Joko, juga cakrawala pemikiran dari Mas Damar. Juga berterima kasih pada Mas Aniq yang telah hadir dengan memberikan benih-benih untuk kita tangkap agar tumbuh menjadi berbuah dan bermanfaat untuk yang lainnya juga.
Tentang tema Kembul Malaikatan, akan dicoba respon beberapa hal. Bahwa khurafat tidak khurafat tidak terletak pada fatwanya, berhala atau tidak berhala tidak terletak pada patungnya, takhayul atau tidak takhayul bukan terletak pada kisahnya. Itu semua hanya terjadi ketika khurafat berfungsi untuk merusak. Pisau untuk mengiris bawang pun bisa untuk merusak, tapi juga bisa dipergunakan untuk kemanfaatan. Takhayul bukan pada kisahnya, toh kita tidak akan memiliki pengetahuan yang lengkap untuk menjangkau apa yang terjadi di masa lalu. Tidak perlu jauh-jauh ke Nabi Muhammad SAW atau bahkan Nabi Adam AS. Kita untuk diri kita sendiri pun tidak tahu berkedip berapa kali semenjak pagi. Kita bisa mengatakan seratus atau seribu kali, tapi akan tetap itu jumlah yang takhayul meskipun yang pasti adalah kita berkedip tanpa mengetahui secara detail dan pasti berapa banyak kedipan yang sudah kita buat. Oleh karena itu Allah tidak membebani umatnya dengan tanggal dan tahun pada Alqur’an. Tidak perlu kita mengetahui jam berapaNabi Musa AS lahir, pada hari dan weton apa, yang perlu kita ketahui adalah kisah Nabi Musa AS untuk kita jadikan tauladan hidup. Karena semua kebenaran hanya milik Allah SWT. Kita disini hanya berusaha untuk mencari kebenaran. Bukan pernyataanku (Mas Agus) ataupun Mas Aniq yang benar, tapi didalamnya pasti akan terdapat kebenaran. Hal itu pantas kita syukuri sebagai kehadiran Allah melalui hal tersebut, karena hakikat kebenaran hanya milik Allah SWT.
Ketika ada konsep bahwa Malaikat itu komplain, linglung atau bingung konsep Allah SWT tentang penciptaan manusia sangat menarik karena kita bisa mengambil posisi melihat kisah itu sebagai dongeng atau legenda atau bahkan mitos. Karena kisah itu disampaikan di dalam Al Qur’an, sangat mungkin dialog didalamnya merupakan clue atau cara Allah memperingatkan diri kita dengan cara sangat santun karena Allah Maha Lembut, dengan menggunakan perumpamaan-perumpamaan agar kita berpikir karena kita punya diberikanNya pikiran dan menambah iman karena kita diberikanNya akal. Semua adegan itu diperumpamakan bagi kita. Malaikat di situ adalah diri kita sendiri yang kadang mempertanyakan keberlangsungan hidup yang makin dikomandani oleh manusia yang tampak tak mempedulikan amanah baik pada tingkat regional hingga level global. Bagaimana ini dibiarkan? Bagaimana ini tidak mendapat teguran ataupun kebijakan? Kenapa orang-orang itu tetap saja menjalankan pengrusakan, penindasan, ketidak-adilan, kesewenangan, tanpa ada indikator bahwa kekuasaan dan kekuatan mereka bisa tumbang? Kenapa Allah membiarkan yang demikian? Pertanyaan semacam ini tersuarakan atau tidak,hampir semua mungkin pernah mengalami.
Bukankah pertanyaan ini bernuansa sama dengan yang dikemukakan Malaikat ketika mempertanyakan kebijakan Allah mengutus manusia sebagai khalifah di muka Bumi. Ranah pengabdian yang murni, tak ingin tercela, peka terhadap ketercelaan, pengabdi yang bersungguh-sungguh adalah tipe Malaikat. Kita memiliki ranah kemalaikatan pula dalam diri kita sehingga muncul replika adegan mempertanyakan kebijakan yang seakan membiarkan ketercelaan. Protes pun muncul demi menginginkan kehidupan yang bersih, suci, bercahaya. Padahal tugas kita ini menjalani tugas dan amanah yang diperintahkan kepada Bani Adam bukan amanah yang diperintahkan kepada Banujan atau Bani Jinn. Amanah kepada Bani Adam adalah mengkhalifahi bumi dengan bertahan mencahayai dan memproses kehidupan dengan jalan mencintai. Sedangkan amanah kepada Bani Jinn adalah membangun dan mewujudkan bukti yang pasti bahwa manusia benar-benar tidak layak dalam memimpin Bumi, mereka bergerak dengan segala bentuk dan lapisan. Manusia bisa menjadi semacam Proksi Bani Jinn untuk melancarkan kebijakan-kebijakan yang tidak pro manusia bahkan melecehkan kemanusiaan. Manusia yang tidak pro manusia maka dia berada dalam kondisi pro kepada jin. Ia tidak termasuk sebagai akhsani takwim karena meskipun dalam tampakan lahiriah memiliki posisi, kekuasaan, dan kekayaan, namun sesungguhnya merupakan hanya binatang ternak. Sedangkan yang tetap mempertahankan nilai kemanusiaan maka ini adalah golongan yang memuliakan Bani Adam. Dengan tetap membaik-sangkai, me-manage kesulitan menjadi tambahan kemahiran. Dengan cinta mengelola dunia, oleh sebab itu perlu juga diketahui oleh pewaris Bani Adam untuk tidak menyukai kecelakaan bagi oranglain dan keberuntungan bagi diri sendiri.
Di Jawa ada sedulur papat limo pancer, dan di dalam terminologi Islam ada jami’il Malaikatil muqorrobin. Apakah kita memilih asfalasafillin atau akhsani takwim. Jika kita memilih menyerah, maka kita memilih asfalasafillin hingga kita siap untuk diternak ataupun disembelih. Namun ketika kita bangkit, sadar bahwa apa yang kita lakukan sekarang adalah melanjutkan apa yang sudah dilakukan Nabi Adam AS maka kita memilih posisi ahsani takwim. Allah memberikan kesempatan pada kita untuk lahir menjadi Janma dalam istilah Jawa. Dimana kita memiliki masa lalu yang jelas tugas dan tanggung-jawabnya, masa sekarang jelas posisinya, serta proyeksi kedepan yang juga harus jelas tujuannya.
Sering diajarkan dalam Gugur Gunung, sebelum kita menunjuk orang lain tunjuklah dirimu sendiri dahulu. Sangat sulit memahami 25 Nabi, maka rekomendasi Mas Agus terhadap dirinya sendiri adalah temukan 7 Nabi dalam dirimu. Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Ismail, Musa, Isa, Muhammad SAW melalui perjalanan di dunia ini. Ketika hal tersebut dihilangkan jasadnya maka akan tetap hidup, dan tidak akan kita temukan ketika kita masih memahami jasadnya. Oleh karena itu ada acara Malaikatan untuk mengoptimalisasi yang paling mampu untuk kita lakukan. Yakni memproyeksi sejauh mana pengabdian Malaikat itu yang mampu untuk kita jangkau. Ketika ada fenomena kedirian itulah fenomena Nabi Adam, lalu Nabi Nuh dengan belas kasihnya, lalu dengan kepandaian Nabi Ibrahim menelisik dengan kecerdasan agar dia bisa bertauhid dengan benar, lalu Nabi Ismail dengan fenomena pengorbanan untuk menegakkan cinta agar kita akrab/karib. Lalu Nabi Musa dengan memilah milih agar bisa untuk menjadi tauladan. Nabi Isa dengan pandangan Tauhidnya yang utuh dan teguh. Hingga mengabdi dengan cara terpuji dan paham proporsi.
Acara cangkrukan tancep kayon ini ditutup pada pukul 03.30 atau menjelang subuh. Beberapa Jamaan pulang ke kediaman masing-masing, meskipun beberapa jamaah yang lain masih ada pula yang melingkar, beberapa yang lain beristirahat meluruskan punggung untuk menunggu Shubuh. Demikian reportase Tancep kayon, semoga bisa menjadi sekedar oleh-oleh untaian kata yang tidak sia-sia.