CakNun.com

Keluargalah Pembentuk Karakter Anak yang Utama

Muhammadona Setiawan
Waktu baca ± 3 menit

Masih diyakini hingga hari ini bahwa sistem pendidikan terbaik di dunia adalah milik Finlandia. Ada beberapa perbedaan tentang sistem pendidikan antara Indonesia dengan Finlandia. Misalnya: Sekolah Negeri di Finlandia tak berbiaya alias gratis, sedangkan sekolah swasta di sana diatur ketat agar biaya sekolah tetap terjangkau. Beda dengan di Indonesia, meski berstatus sekolah Negeri tapi nyatanya masih saja ada sekolah yang meminta uang pungutan dari siswa. Sekolah swasta lebih gila lagi, mereka berani pasang tarif tinggi dengan iming-iming akan menjadikan anak didik cerdas beprestasi.

Sekolah SD-SMP di Finlandia hanya berdurasi 4-5 jam belajar setiap harinya. Di Indonesia anak SD-SMP belajar di sekolah sampai 7-8 jam. Di Finlandia tidak mengkotak-kotakkan siswa berdasar tingkat prestasi dan ekonomi. Semua diperlakukan sama dan mendapatkan pengajaran yang sama baiknya. Sehingga tidak menimbulkan kesenjangan di antara mereka. Dan ini yang belum bisa diterapkan di Indonesia. Atas perbandingan di atas, mutu pendidikan di Indonesia diklaim berada di belakang negara Finlandia.

Beberapa bulan lalu, di forum Maiyahan Mas Sabrang membahas dan menjelaskan sedikit tentang sistem pendidikan yang ada di negara kita. Beliau sampaikan, konon Finlandia bisa unggul dalam bidang pendidikan itu justru karena dulu mereka belajar kepada Indonesia. Tepatnya belajar kepada orang asli Indonesia, yaitu bapak Ki Hajar Dewantara.

Ki Hajar Dewantara mendirikan taman pendidikan di Yogyakarta (1922) yang diberi nama Taman Siswa. Sistem pendidikan Taman Siswa dilaksanakan berdasarkan sistem Among. Yaitu sistem pendidikan yang berjiwa kekeluargaan, kemerdekaan dan sesuai kodrat alam. Dalam sistem ini, setiap pendidik (guru) setiap harinya harus memberikan pelayanan terbaik kepada anak didik.

Taman Siswa mempunyai ciri khas dalam menjalankan sistem pendidikannya, yang disebut Pancadarma: Kodrat alam, Kebudayaan, Kemerdekaan (memperhatikan potensi, bakat dan minat individu dan kelompok), Kebangsaan dan Kemanusiaan (menjunjung harkat dan martabat setiap orang)

Selain itu Ki Hajar juga memberikan panduan/pedoman bagi sistem pendidikan nasional yang terkenal sampai sekarang dengan sebutan Patrap TrilokaIng ngarsa sung tulada (yang di depan memberi teladan), Ing madya mangun karsa (yang di tengah membangun kemauan/inisiatif/ keseimbangan), Tut wuri handayani (yang ada di belakang membantu, mendukung dan mendorong).

Tujuan utama dari pendidikan Taman Siswa ialah membangun anak didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Merdeka lahir batin, sehat jasmani-rohani, luhur akal budinya, cerdas dan berketerampilan.

Pertanyaannya sekarang adalah: kalau negara lain saja mau belajar kepada manusia Indonesia tentang sistem pendidikan dan terbukti maju dan berkembang. Lalu bagaimana dengan bangsa Indonesia sendiri. Hal ini tentu menjadi warning sekaligus PR besar bangsa kita, terutama perangkat negara, elemen pemerintah dan masyarakat yang berkecimpung di dunia pendidikan. Untuk memajukan mutu-kualitas pendidikan negeri ini, ternyata tak perlu jauh-jauh studi banding ke luar negeri. Tidak perlu repot mengadopsi sistem pendidikan ala barat. Dan tak perlu juga memakai tagline: Sekolah Bertaraf Internasional.

Sederhana saja. Bangsa ini hanya perlu berkaca. Mau membuka, membaca, mempelajari sejarah dan kiprah pendidikan Taman Siswa yang telah diajarkan oleh bapak kita, guru kita, simbah kita Ki Hajar Dewantara.

Warisan pendidikan bernilai luhur itu mesti kita sinaui bersama. Diolah, di-explore, diracik sedemikian rupa, digodok bareng-bareng oleh pihak yang berwenang (pemerintah) dan seluruh komponen yang terlibat di ranah pendidikan, sampai kemudian dirumuskan menjadi sistem kurikulum pendidikan yang baku, relevan, kompeten dan berkesinambungan.

Apapun kurikulum yang digunakan, sebenarnya tidak ada masalah. Mau KTSP 2006 atau Kurikulum-13 sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan. Sistem K-13 lebih menegaskan dalam pembentukan karakter. Dan menurut Mbah Nun, pihak pertama yang paling dominan untuk membentuk karakter seorang anak bukanlah sekolah, melainkan keluarga.

Keluarga merupakan taman siswa terbaik yang mengajarkan pendidikan kepada anak. Bahkan ibu disebut sebagai madrasah pertama bagi putra-putrinya. Dan itu nyata. Seorang ibu sudah bisa menanamkan keimanan, kesabaran dan kebaikan-kebaikan sejak bayi masih berada dalam kandungan. Dengan sugesti doa-doa, kata-kata mutiara dan lantunan ayat-ayat suci.

Sekali lagi, bahwa sekolah hanya salah satu fasilitas penunjang pendidikan bagi anak-anak. Keluargalah yang menjadi taman pendidikan utama untuk mendidik, membimbing, mengajarkan nilai-nilai dalam pembentukan karakter anak sejak usia dini. Dan keluarga merupakan kebun yang subur untuk menyemai bibit-bibit unggul.[]

Lainnya

Exit mobile version