CakNun.com
Mensyukuri 70 Tahun Cak Fuad

Kekuatan Badar ‘Sang Penjaga’

Hilwin Nisa
Waktu baca ± 4 menit

Adakah beda antara melakukan dan menjaga (perbuatan tersebut)? Seringkali sebagian dari kita merasa berpuas diri ketika sudah melakukan suatu kebaikan, alih-alih mencoba menjaga kebaikan tersebut agar tetap terus berjalan. Atau, mungkin karena kelalaian kita saja, hingga terkadang kita masih menganggap keduanya sama.

Kalau begitu, coba sekarang kita tengok bersama. Bukankah yang namanya menjaga berarti berusaha untuk terus membuatnya terjaga? Menjaga kebaikan berarti ya menjaga kebaikan, berusaha agar kebaikan tersebut tetap terus terjaga. Sekarang, jika kita melakukan suatu kebaikan hanya sekali, misalnya. Apakah ada jaminan akan terjaganya kebaikan ini? Tentu, belum tentu. Pun juga jika kita berusaha melakukannya berulang kali, belum tentu juga kebaikan tersebut akan tetap terjaga. Karena akan ada banyak faktor yang memengaruhinya. Akan tetapi, setidaknya dengan terus berusaha melakukannya berkali-kali, akan sedikit lebih banyak peluang keterjagaannya daripada ketika kita hanya melakukannya sekali.

Memang untuk menjaga dibutuhkan tenaga yang jauh lebih ekstra daripada hanya sekadar melakukannya sekali saja. Saking beratnya pekerjaan menjaga ini, sampai-sampai ada yang menyatakan istiqamah lebih baik dari seribu karamah. Padahal satu karamah saja sudah sangat istimewa. Apalagi ini sampai ditegaskan lebih baik dari seribu karamah. Bukankah ini semacam kode,  bahwa istiqamah -salah satu upaya untuk menjaga-, bukanlah sesuatu yang biasa saja. Istiqamah menjaga bukanlah pekerjaan yang hanya bisa dipandang sebelah mata.

Berguru Pada Sang Penjaga

Lebih sederhananya lagi, kalau kita masih sangsi akan kemuliaan pekerjaan menjaga ini, ada baiknya coba kita bertanya kepada Pak Tani. Kita belajar kepada Pak Tani. Lebih gampang mana antara menanam tanaman dengan merawat tanaman tersebut. Menanam hanya butuh waktu satu kali saja cukup. Sedang merawat membutuhkan energi yang jauh lebih besar. Ia membutuhkan kesabaran dan kesungguhan untuk melakukannya berulang kali. Tak ayal, sering kita diperdengarkan dengan ungkapan ini. Bahwa ‘menanam’ itu gampang, yang sulit adalah merawatnya.

Itulah mengapa merawat dan menjaga menjadi sesuatu yang sangat istimewa. Bahwa pekerjaan ini membutuhkan kesabaran, ketelatenan, dan kesungguhan yang luar biasa. Bahwa pekerjaan ini pulalah yang nantinya sedikit banyak akan berperan dalam menentukan bagus tidaknya tanduran kita. Apalah artinya sebuah tanaman jika kemudian tak ada yang merawatnya, tak ada yang menjaga dan mengurusinya.

Berbicara tentang ketelatenan menjaga, di Maiyah kita dianugerahi para guru yang begitu telaten istiqamah menjaga tanduran-tanduran. Cak Fuad, misalnya. Beliau termasuk salah satu dari yang sangat menjaga keistiqamahan. Hal ini dapat dilihat dari laku Beliau yang masih selalu dan terus sabar membersamai para JM sinau selama bertahun-tahun. Bahkan tak hanya JM saja, di luar sana, hampir setiap hari Beliau menemani orang-orang yang menjemput hidayah Tuhan dengan menggeluti ilmu-Nya. Dan ini terus saja berlanjut hingga kini, sampai pada saat orang-orang seusia Beliau mulai mengeluhkan kesehatannya.

Tekad istiqamah Beliau dalam mempelajari dan menyampaikan ilmu sangat kuat. “Meskipun tidak ada yang datang, ya nggak apa-apa. Kami akan tetap ngaji.” Begitu kurang lebih yang Beliau tuturkan di tengah-tengah cerita Beliau tentang Padhangmbulan. Bahwa Beliau akan tetap berusaha datang ke Jombang setiap bulannya. Tidak peduli jamaah banyak yang datang ataukah tidak. Yang jelas, Beliau akan tetap berusaha datang untuk ngaji di sana. Paling tidak, kalaulah tidak ada satu pun jamaah yang datang, Beliau akan tetap ngaji bersama keluarga.

Kesungguhan niat istiqamah ini pulalah yang membuat Beliau lebih suka menghadiri majelis ilmu yang berkesinambungan. “Kalau berlanjut, nanti saya bisa menyiapkan materi-materinya apa saja.” Karena menurut Beliau, mempelajari suatu ilmu tidak bisa hanya sekali dua kali saja. Butuh kesabaran dan waktu yang terus berkelanjutan agar bisa mempelajarinya secara menyeluruh.

Betapa Beliau sangat tulus dan sungguh-sungguh memancarkan sebagian ilmu-Nya. Bahkan tidak hanya sekadar memancarkan saja, Beliau juga turut berupaya menjaga keistiqamahannya. Di tengah segala kesibukan dan juga usia Beliau yang semakin senja, Beliau tetap saja tulus mendatangi dan melayani siapa pun saja yang datang untuk berguru kepadanya. Sedang di luar sana, tidak sedikit yang mulai mengenyampingkan profesi pendidik atau menyampaikan ilmu. Terlalu fokus pada ‘seragam’ penyampai ilmu, sampai-sampai lupa akan esensinya itu.

‘Ganjaran’ Penjagaan

Tidak sedikit buah-buah pemikiran ataupun solusi atas permasalahan-permasalahan yang lahir dari kesungguhan Beliau menjaga ilmu dan juga memikirkan ummat yang sudah barang tentu butuh akan ilmu. Di dunia pendidikan, misalnya. Menurut Beliau, sistem pendidikan yang bagus itu seperti sistem yang ada di pesantren. Bahwa setiap santri diberikan kesempatan untuk bisa langsung belajar kepada sang guru. Pun sebaliknya, sang guru bisa langsung memonitor santrinya satu per satu. Sehingga guru bisa tahu perkembangan setiap santri. Dan sang guru pun bisa memperlakukan setiap santri dengan tepat, sesuai dengan batas kemampuan dan kondisi si santri. Tidak seperti sekarang, yang seolah menuntut semua siswa diberlakukan sama. Semua ‘dipukul’ rata.

Pada saat di luar sana ummat mulai dicekoki dengan ibadah ‘kaku’, Beliau pun hadir dengan membawa Silmi. Di luar sana, kita didekte bahwa yang namanya ibadah hanya yang ini dan itu. Bahwa matematika manusia dipaksakan untuk menghitung-hitung ganjaran semua amal itu. Sampai-sampai lupa kalau amal tak hanya dihitung saja, tapi ditimbang juga. Sedang wilayah ini, sama sekali bukanlah area kita.

Bagaikan air yang mampu menembus segala sisi dengan kelembutannya, Beliau pun mancoba mengurai tembok-tembok ibadah kaku itu dengan segala  kerendahan hatinya. Keluasan ilmu dan kejernihan Beliau mampu menjamah semesta yang jauh lebih luas. Hingga ibadah tak hanya soal ini dan itu. Bahwa amal ibadah tidak hanya untuk orang-orang tertentu. Semua bisa beribadah, semua bisa mendekat kepada Sang Pencerah dari segala arah. Tak peduli seorang ustadz, kyai, satpam, tukang parkir, sampai tukang cuci, semua berkesempatan untuk menuju Sang Sejati.

Suatu ketika Beliau pun pernah bercerita. Bahwa ada seorang satpam perumahan yang sangat ingin shalat subuh berjamaah. Sampai-sampai, si satpam pun meninggalkan pos penjagaannya guna ikut shalat subuh berjamaah. Tak disangka-sangka, ternyata ada yang memanfaatkan kesempatan ini. Dan terjadilah kasus kemalingan di perumahan ini.

Dari contoh kasus tersebut, Cak Fuad pun menyatakan bahwa menjaga pos satpam, menjalankan amanah ataupun pekerjaan yang dititipkan kepada kita dengan sebaik semampu kita pun juga termasuk ibadah. “Siapa tahu menjaga pos satpam tersebut justru pahalanya lebih dari 27 derajat.” Begitu Beliau mencoba menganalogikakannya. Karena jika dilihat dari kebermanfaatannya pun, nyatanya menjaga pos satpam, menjaga keselamatan nyawa, harta, dan martabat orang lain jauh lebih luas cangkupannya. Kebermanfatannya tidak hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk lebih banyak orang lagi.

Artinya, ibadah itu sangat luas. Meminjam bahasa Cak Fuad, bahwa kebaikan-kebaikan itu sangatlah luas. Dan tentu kita akan sangat kewalahan jika harus melakukan semuanya. Mengingat keterbatasan kita sebagai manusia. Karenanya, menjangkau kebaikan yang kita bisa, itu pun sudah lebih dari cukup. Meskipun semakin banyak yang bisa kita jangkau, pastinya juga akan semakin bagus pula.

Tentu masih banyak lagi buah-buah pemikiran dari keistiqamahan Beliau selama ini. Hanya saja, keterbatasan saya sajalah yang masih belum mampu menjangkau semuanya. Dan lagi-lagi, hanya ucapan beribu terima kasih beriring takdzim yang bisa saya haturkan kepada Beliau, atas semua yang telah Beliau pancarkan selama ini. Hingga akhirnya, semoga Beliau senantiasa terjaga dan dijaga. Semoga tetap dilimpahkan energi badar dari-Nya, untuk selalu membersamai kita mengupayakan cahaya dan cinta-Nya, juga kekasih-Nya.

Barakallahu fiikum, Cak Fuad.

Lainnya