Kecuali Aku Memberimu Makan
“Maksudnya pedoman vertikal, Pakde?”, Seger mengejar.
“Mbah Sot dulu tak pernah berhenti, bahkan kadang sangat membosankan untuk mengingatkan kami semua bahwa yang namanya berhasil, sukses, aman dan selamat — semua itu pedomannya bukan bagaimana kemauan kita, melainkan keharibaan Allah sebagai acuan utamanya”, Pakde Tarmihim menjawab, “Sukses di depan Allah, berhasil menurut Allah, aman bagi Allah dan selamat dalam pandangan ridla Allah. Kita makhluk-makhluk ini tidak tahu apa-apa secara sungguh-sungguh. Kita ini tidak mengerti arah, kecuali Allah menunjukkannya… apalagi?”
“Kita ini kegelapan kecuali Allah mencahayainya”, Toling menyambung.
“Kita ini beku kecuali Allah menggerakkannya”, Jitul juga.
“Kita ini celaka kecuali Allah menyelamatkannya”, Seger menyusul.
“Kita ini tidak ada kecuali Allah mengadakannya”, Junit berikutnya.
Pakde Sundusin merespon bahwa dulu Mbah Markesot sangat menyukai dan merasakan kenikmatan tiada tara setiap kali mengingat Hadits Qudsi [1] (HR Muslim): “…Wahai hamba-Ku, masing-masing dari kamu itu lapar kecuali Aku beri makan: mintalah makan kepada-Ku, maka Aku memberi makan kepadamu”.
“Wahai hamba-Ku, masing-masing dari kamu itu telanjang, kecuali Aku beri pakaian: mintalah pakaian kepada-Ku maka Aku memberi pakaian”.
“Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kamu bersalah siang dan malam, sedang Aku mengampuni seluruh dosa: mintalah ampun kepada-Ku, maka Aku mengampunimu.”
“Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kamu tidak akan terhindar dari kemadharatan-Ku, maka berlindunglah dari kemadharatan-Ku dan kamu tidak akan memperoleh kemanfaatan-Ku: maka mohonlah kemanfaatan kepada-Ku...”
“Itulah sebabnya Mbah Sot kalian itu tidak sukses di mata dunia”.