Kaki Qithmir Kaum Markesot
Mungkin tetap ditujukan kepada entah siapa yang bersamanya, yang tak tampak oleh Tarmihim, Brakodin, dan Sundusin, Markesot terus berbisik:
“Aku sudah berbicara kepada manusia, yang kalau ditulis sudah menjadi lebih dari seratus buku. Saatnya kini aku berbicara kepada anjing”
Tarmihim Brakodin Sundusin diam-diam berdoa semoga Markesot tidak kebablasan. Mereka mendengarkan dengan seksama, sambil sesekali melirik pandang satu sama lain.
Markesot menyebut-nyebut ayat. “Kaum yang manakah di antara manusia yang pernah menghuni dunia yang tidak mendustakan Tuhan? Kaum Nuh mendustakan-Nya [1] (As-Syu’ara: 105). Kaum ‘Aad mendustakan-Nya [2] (As-Syu’ara: 123). Kaum Tsamud mendustakan-Nya [3] (As-Syu’ara: 141). Kaum Luth mendustakan-Nya [4] (As-Syu’ara: 160). Kaum Fir’aun mendustakan-Nya [5] (Qaf: 13). Kaum Hudd an Shaleh mendustakan-Nya [6] (Hud: 89). Kaum Aikah mendustakan-Nya [7] (Qaf: 14). Penduduk kota Al-Hijr mendustakan-Nya [8] (Al-Hijr: 80).”
Tarmihim berbisik sangat lirih ke telinga Sundusin: “Kita tunggu apakah Kaum Markesot akan disebut: Kaum Markesot yang mencintai anjing, sehingga kini hanya berkata kepadanya”
“Karena anjing tidak pernah berubah dari fithrahnya”, Markesot meneruskan, “Kedua kaki Qithmir yang menjulur di pintu Kahfi melindungi penghuninya 309 tahun. Anjing dikorbankan menjadi contoh terburuk dari manusia yang profesi utamanya adalah menjulur-julurkan lidahnya dalam keadaan senang maupun sedih. Anjing menjadi kata kutukan terburuk pada kehidupan manusia abad sekarang yang menampilkan diri seolah-olah tidak mengkufuri Tuhan, namun habis-habisan memunafiki-Nya”.