Jangan Mengejar Dunia dengan Alasan Dunia
Bangbang Wetan bertajuk Darurat Daulat diselenggarakan di halaman Gedung Keseninan Jawa Timur Cak Durasim Surabaya. Diawali nderes Qur’an, Sholawatan, kemudian penampilan dari Bonek Maiyah beserta komposisi lagu-lagu khas Persebaya.
Memasuki bahasan awal diskusi, Mas Amin mengajak jamaah untuk bersama ngudar tema. Mendengar kata Darurat Daulat, persepsi awal jamaah ternyata banyak yang asosiatif dengan negara dan pemerintahan. Empat orang maju ke panggung menceritakan satu persatu kondisi sosial dan politik menurut pandangan masing-masing. Jamaah cenderung mengeluhkan betapa sulitnya mendapatkan akses informasi dengan konten yang bisa dipercaya. Belum lagi keributan para perwakilan di parlemen menyoal presidential treeshold, kelangkaan garam, harga bahan pokok, dan seterusnya.
Oleh Kyai Muzammil, Darurat Daulat dieksplorasi melalui pintu etimologis. Darurat adalah serapan kata dari bahasa arab yang berarti kondisi penting. Sedang Daulat adalah kepenguasaan atas sesuatu, yang kemudian terminologinya diartikan sebagai Negara. Dalam Islam dikenal pula lima kebutuhan penting yang harus dijaga oleh kaum muslimin. Istilah Dharuriyatul Khams yang dimaksud adalah menjaga agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan/kehormatan. Keamanan kelimanya adalah syarat terciptanya kenyamanan dalam kehidupan bermasyarakat.
“Apakah daulat itu datangnya dari negara ke rakyat, atau rakyat ke negara?” tanya Kyai Muzammil.
Sebagaimana di setiap forum Maiyahan, perbaikan kekeliruan berpikir antara mana tujuan dan jalan selalu ditekankan. Beliau kemudian mengajak jamaah menengok kembali teks Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Negara yang berdaulat adalah tujuan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia. “Proses pembangunan tidak boleh bertentangan dengan tujuan bangsa dan negara.” jelas Kyai Muzammil. Beliau menegaskan bahwa untuk mencapai negara yang berdaulat,rakyat harus punya jaminan atas kedaulatan dirinya.
Bahasan mengenai Kedaulatan dalam lingkup Negara ini dimantapkan oleh Pak Suko Widodo yang juga hadir di atas panggung. “Apakah benar-benar ada manusia berdaulat?” tanya beliau. Pada mekanisme sosial masyarakat, berdaulat bukan berarti bebas punya kekuasaan atas semua hal.
Pak Suko melanjutkan dengan idiom retoris “The Freedom is not Free”, sebuah kalimat yang terpatri di tembok Korean War Veteran Monument di Washington DC Amerika Serikat. Tidak ada kebebasan tidak terbatas. Setiap perbuatan masing-masing individu punya pengaruh satu dengan yang lain. Maka diperlukan kesepakatan bersama berupa traktat atau peraturan yang berlaku di tengah komunitas penduduk suatu negara. Ini adalah salah satu bentuk ijtihad penjagaan keamanan bersama, sebab manusia secara alamiah tidak bisa hidup sendiri tanpa interaksi dengan manusia lain.
Setelah panjang lebar Daulat dieksplanasi pada skala besar yakni bangsa dan negara, haluan dikembalikan ke lingkup kedaulatan personal. Tadabbur ayat “Wala tansa nashibaka minaddunya” dipapar oleh Kyai Muzammil. Maksud dari ayat tersebut adalah keharusan setiap manusia untuk giat bekerja, tidak melupakan kebutuhan dunia namun tetap berniat menggapai akhirat. Keberdayaan diri itu mesti dibarengi rasa cinta atau minimal kepedulian, bukan karena terpaksa.
Lebih lanjut mengenai pentingnya landasan peduli atau cinta dalam mengusahakan dunia, Kyai Muzammil menjelaskan tentang rendahnya tingkat daulat Relasi Kuasa. Kedaulatan tidak akan pernah tercapai bila hubungan yang terjadi berbentuk Penguasa dan Yang Dikuasai. Kepatuhan mereka muncul dari rasa takut dan tidak menimbulkan ketaatan seperti lazimnya. Dari logika demikian, peran pendidikan menjadi penting agar manusia berpengetahuan dan memahami bagaimana seharusnya menjalankan peran di masing-masing keahlian mereka. “Jika kau cari dunia karena alasan dunia, maka hidupmu tidak akan pernah berdaulat,” tutup beliau.
Di akhir sesi, forum Bangbang Wetan malam ini membekali jamaah tentang Daulat dari berbagai sisi. Menjadi Darurat untuk Daulat sebab setiap manusia wajib punya tumpuan dan ikatan kuat kepada pemilik tujuan hidupnya. Kalimat tauhid dibacakan berulang oleh Kyai Muzammil menyertai doa agar Yang Maha Kuasa senantiasa menjaga kita semua. (D. Ratuviha)