CakNun.com

Jalan Sunyi untuk Coach Indra Sjafri

Fahmi Agustian
Waktu baca ± 4 menit

Sejak Tim Nasional Jerman dilatih oleh Joachim Loew, saya sangat menikmati penampilan Der Panzer. Tepatnya pada saat Piala Eropa 2008, meskipun saat itu kita melihat Spanyol yang mulai menuai buah kesuksesan, Jerman pun dalam kondisi yang prima. Kegagalan di Piala Eropa 2000 dan 2004 adalah pelecut semangat DFB (PSSI-nya Jeman) untuk mencari sosok yang tepat menyusun cetak biru masa depan Sepakbola Jerman. Bersama Jurgen Klinsmann, Joachim Loew dipercaya menukangi Tim Nasional Jerman sejak tahun 2004.

Hasilnya, di Piala Dunia 2006 mereka mampu menembus babak Semi Final dalam turnamen yang dihelat di rumah sendiri. Pada Piala Eropa 2008 bahkan mereka menembus babak Final, meskipun harus kalah dari Spanyol. Sementara pada Piala Dunia 2010 dan Piala Eropa 2012, mereka berhasil menembus babak semi final. Puncaknya adalah Piala Dunia 2014, di mana mereka berhasil mengalahkan Argentina di pertandingan final saat itu.

Adalah Joachim Loew. Seorang pelatih tanpa pengalaman sekalipun membela Tim Nasional Jerman, bahkan dalam karier profesionalnya pun tidak pernah ia bermain di sebuah tim papan atas Eropa. Nyatanya, ia berhasil menyusun cetak biru masa depan sepakbola Jerman dan berhasil mengantarkan Jerman meraih Trofi Piala Dunia tahun 2014 di Brasil.

Bagaimana dengan Indra Sjafri? Ia juga merupakan seorang pelatih yang ketika masih bermain sepakbola tidak sekalipun dipanggil oleh PSSI untuk mengenakan seragam merah-putih di lapangan hijau. Sebelum menjadi pelatih sepakbola bahkan ia adalah seorang tukang pos. Medio 2007 ia memulai karier kepelatihannya. Kemudian tahun 2013 ia menggebrak dunia sepakbol nasional dengan mengantarkan Timnas U-19 menjuarai Piala AFF U-19 saat itu. Dan kita menikmati euforia juara itu. Tak mengapa hanya turnamen usia dini, toh kita memang sudah terlalu haus prestasi sepakbola.

Singkat cerita, kegagalan Indra Sjafri di Piala Asia U-19 2014 silam menjadi penyebab dipecatnya dari kursi kepelatihan Tim Nasional U-19 saat itu. Mutiara tetaplah Mutiara, ia kemudian dipinang oleh Bali United untuk menjadi Pelatih mereka. “Penghasilan saya di Bali United jelas lebih besar dibandingkan ketika saya menjadi Pelatih Tim Nasional U-19. Tetapi saya tidak mencari uang dari Negara, maka penghasilan saya dari PSSI bukanlah hal utama yang saya pertimbangkan ketika ada tawaran kedua kali menanangani Tim Nas U-19 awal tahun ini”, ungkap Indra Sjafri akhir pekan lalu ketika saya berkesempatan bertemu dengannya bersama Cak Nun di Jakarta.

Ia sempat bercerita, bahwa saat ini ada pihak yang telah menawarkan sebuah pilot project untuk merintis pembinaan pemain sepakbola usia dini secara independen namun tetap profesional. Maksudnya, tidak ada afiliasi dengan PSSI, dengan dana sponsorship yang ada. Indra Sjafri akan didukung penuh untuk mencari bibit-bibit pemain sepakbola terbaik di Indonesia, kemudian ia bina dalam sebuah akademi sepakbola. Tawaran ini sedang ia pertimbangkan.

Seperti yang sudah kita ketahui, saat ini Indra Sjafri baru saja diputus kontraknya untuk tdak lagi menangani Tim Nas U-19 Indonesia. Pemecatan yang bahkan PSSI sendiri tidak memiliki jawaban yang tepat ketika ditanya apa kesalahan Indra Sjafri sehingga ia harus dipecat dari kursi kepelatihan Tim Nas U-19. Padahal, ia mengakui ketika PSSI memintanya kembali menangani Tim Nas U-19, PSSI menjanjikan bahwa ia akan menangani Timnas U-19 Indonesia untuk jangka panjang. Faktanya, baru 8 bulan ia bekerja, PSSI memutus kontraknya.

“Kebenaran itu cukup kita simpan sendiri. Output yang keluar dari kita adalah kebijaksanaan”, begitu kira-kira pesan Cak Nun siang itu kepada Indra Sjafri. Dan pesan ini benar-benar membekas baginya. Ia sangat mengetahui seluk-beluk PSSI dan Sepakbola Indonesia saat ini. Ia bahkan sudah menemukan formula pembinaan sepakbola usia dini di Indonesia. Mungkin bukan yang terbaik, tetapi kita sudah melihat bukti nyata, dua generasi Tim Nas U-19 hasil binaan Indra Sjafri menampilkan permainan sepakbola yang sangat menghibur.

Memang, masih sangat jauh jika dibandingkan dengan kualitas sepakbola Eropa atau Amerika Latin. Bahkan mungkin untuk level Asia sekalipun, kita belum bisa menandingi. Tetapi kita melihat ada proses pembinaan pemain sepakbola yang baik dan tepat untuk anak-anak Indonesia di tangan Indra Sjafri.

Jika kita membandingkan dengan Jerman, misalnya. Ketika Joachim Loew bersama Jurgen Klinsmann menyusun cetak biru masa depan sepakbola Jerman, Federasi Sepakbola mereka menyediakan tools yang lengkap.  Kompetisi sepakbola yang tertib, kewajiban setiap klub sepakbola untuk memiliki akademi sepakbola, pendirian ribuan akademi sepakbola independen di berbagai kota, kemudahan proses naturalisasi pemain-pemain muda bertalenta. Tanpa itu semua, blue print yang disusun Joachim Loew tak ada hasilnya.

Begitu juga dengan Indonesia. Selama kompetisi sepakbola kita tidak bisa ditata dengan baik, pembinaan pemain sepakbola usia dini yang tidak serius, belum lagi skandal perjudian yang masih sangat kental, maka jangan sekali-sekali bermimpi untuk tampil di Piala Dunia. Jangankan Piala Dunia, bahkan untuk level Asia pun sepertinya masih sangat sulit bagi kita untuk menjadi penantang serius jika kondisi sepakbola kita masih seperti hari ini.

Bangsa kita ini memang bangsa yang tidak sabaran. Allah sendiri yang menyatakan yaa ayyuhalladziina aamanuu-s-ta’inuu bi-s-shobri wa-s-sholat”. Kata pertama yang disebutkan oleh Allah dalam ayat tersebut adalah sabar. Kita ini tidak terlatih untuk bersabar. Segala sesuatunya kita ukur dengan ukuran yang instan. Maunya kita, hari ini menanam benih, besok pagi ia tumbuh dan berbuah. Mungkin kita terlalu serius menonton Harry Potter, sehingga segala sesuatu kita anggap mampu diwujudkan hanya dengan mengayunkan tongkat sihir dan kalimat mantra sakti tertentu.

Piala Dunia 2018 yang akan datang, kita tidak akan melihat penampilan Italia dan Belanda. Dua Negara yang selama ini selalu langganan turnamen besar Internasional. Dua Negara yang melahirkan pakem sepakbola terkenal. Italia dengan sistem pertahanan grendel yang sangat rapat, sementara Belanda adalah ibu dari total football, sepakbola menyerang nan indah yang menghibur penikmat sepakbola dunia.

Saya yakin, saya bukanlah satu-satunya orang yang hari ini berputus asa kepada Timnas U-19. Entah apa jadinya mereka di turnamen Piala Asia U-19 tahun depan, di mana kita sendiri yang akan menjadi tuan rumah. Semoga saja dengan dicopotnya Indra Sjafri dari kursi kepelatihan tidak mempengaruhi penampilan Egy Maulana dkk.

Teruntuk Coach Indra Sjafri. Anda adalah mutiara. Pada pertemuan siang itu, tak sedikitpun saya melihat wajah kesedihan anda. Normalnya, orang yang kehilangan pekerjaan akan merasa sedih, apalagi anda “dikhianati” oleh oknum Federasi Sepakbola tempat anda bernaung. Anda adalah kstaria, di hadapan saya anda menyatakan bahwa anda sama sekali tidak akan membenci Federasi Sepakbola kita (PSSI). Di hadapan saya, anda berjanji akan terus berjuang membangun masa depan sepakbola Indonesia. Dan saya percaya bahwa Anda mampu mewujudkan masa depan sepakbola Indonesia yang cemerlang. Indonesia yang tidak percaya itu, Coach!

Lainnya

Untuk Indra Sjafri

Indra Sjafri, pelatih sepakbola yang melambung namanya setelah mengantarkan Timnas U-19 menjuarai Piala AFF tahun lalu.

Fahmi Agustian
Fahmi Agustian
Exit mobile version