Istiqomah Tegak Bersambung di Jalan yang Lurus

Bangbang Wetan Oktober 2017 digelar semalam di Halaman TVRI Surabaya. Tepat sehari sesudah Padhangmbulan (5/10/17). Dimulai dengan diskusi awal khas Bangbang Wetanan, yakni mengundang beberapa jamaah untuk ke atas panggung. Empat orang dari berbagai latar belakang keilmuan ikut bergabung. Masing-masing bergiliran menceritakan awal mula persentuhan mereka dengan Maiyah sampai bagaimana respons terhadap keadaan lingkungan sekitar.

Bab keinginan untuk membereskan ketidakteraturan yang dirasakan menjadi irama keluh kesah jamaah. Masalah yang mereka temukan berasal baik di dalam maupun di luar diri. Dari keresahan dan pencarian solusi problem pribadi itulah Maiyah menjadi jujugan yang mereka tuju. Hal itu dikarenakan forum Maiyahan diyakini sebagai tempat paling terbuka bagi siapa saja untuk menemukan formulasi perbaikan masalah yang bisa diolahnya sendiri.
Sebagaimana bulan lalu, bahasan tentang hijrah dan transformasi menjadi titik penting yang kembali dielaborasi melalui tema “Tegak-Bersambung”. Malam itu semua sepakat mengemukakan betapa Maiyah menjadi forum yang memungkinkan setiap jamaahnya bertransformasi secara otentik. Orisinalitas penggalian ilmu tersebut membantu kita punya sudut pandang terbaik atas segala permasalahan.
Tegak-Bersambung dimaknai sebagai kesadaran bahwa kehidupan manusia harus senantiasa tegak pada tali Allah dan Rasulullah. Serta sadar secara individual bahwa masing-masing punya peranan dalam hidup bersama di tengah masyarakat. Pada konteks Maiyah sebagai majelis keilmuan, tegak-bersambung yang dimaksud adalah bahwa di sini semua jamaah dilatih untuk selalu gravitatif kepada Tuhan. Dan bersama-sama punya sambungan persaudaraan erat sehingga saling mengamankan satu sama lain.

Kyai Muzzammil memulai eksplanasi Tegak-Bersambung dari tadabbur ummul qur’an yakni Surat Al-Fatihah. Beliau mengajak jamaah menelusuri makna per ayat. Dimulai dari Bismillah yang menegaskan pentingnya paham Aqidah, hingga Ihdinas Shirotol Mustaqiim yang doa tersebut mengandung makna tersirat agar manusia mengusahakan istiqomah di jalan lurus.
Lebih lanjut Kyai Muzzammil menyebut bahwa permasalahan Indonesia diakibatkan oleh inkonsistensi penerapan nilai luhur yang sudah dimiliki sejak zaman dahulu. Beliau menjelaskan pula bahwa saat ini banyak yang terkena jebakan duniawi. Kita perlu kembali mengingat bahwa hidup di dunia hanya proses ‘seujung jari’ saja dari perjalanan selanjutnya ke akhirat nanti. Oleh sebab itu kesadaran untuk menjadi manusia yang siap melanjutkan ‘hidup’ di akhirat harus terus- menerus dilatih. Selagi masih dalam timang Allah di dunia, kata Kyai Muzzammil, sebelum disapih di akhirat nanti. (D. Ratuviha)