Inilah Manusia Cahaya Itu
“Setiap kali keceriaan hariku diganggu oleh dunia di luar jendelaku, kubuka kembali lembaran-lembaran ini: Andaikan beliau Muhammad Saw ada Mekkah atau Madinah atau di sisi bumi manapun sekarang ini, aku akan jual apa saja milikku, untuk membeli tiket berkendaraan menuju rumah beliau. “Wahai Nabi, ajari aku Iqra`”.
“Kata-kata itulah yang kuidamkan untuk kusampaikan. Kalau harus menempuhnya dengan berjalan kaki atau berenang, aku siap. Kalau sesampainya di depan rumah beliau aku harus berdiri antri 40 hari 40 malam lamanya, tak kan bergeser pijakan kakiku dari garis antrian itu.”
“Kalau pada akhirnya Allah mengabulkan kerinduanku untuk berada di depan beliau, maka takkan kulewatkan satu detik waktu untuk bersegera ambruk di hadapannya, kuambil telapak kaki beliau untuk kuciumi. Tetapi kutahan hatiku untuk tidak melompat dan mendekap tubuh beliau. Betapa hina hidupku, betapa kotor diriku, betapa busuk bau badanku. Serta yang utama betapa tidak layaknya keseluruhan diriku ini menyentuh kemuliaan cahayanya dan ketinggian derajatnya.”
“Aku akan mengeluhkan kepada beliau penderitaan manusia di sekitarku, kesengsaraan rakyat di Negeriku, dan kebingungan bangsaku atas yang mereka alami serta kegelapan yang bagaikan menyongsong anak cucu mereka. Tetapi nanti dulu. Perjumpaan dengan Baginda Muhammad dan memandang wajah beliau tidaklah bisa dibandingkan dengan kemewahan dan kekayaan apapun di dalam kehidupan dunia.”
“Betapa dahsyat dan mempesona. Inilah orangnya yang “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. [1] (Al-Ahzab: 56).