Imperialisme Ketidak-relaan
Alhasil Pemuda Wali Kubro itu “nulung tapi dipenthung”. Menolong tapi dipersalahkan, dituduh, dan difitnah. Sampai tujuh abad kemudian, fitnah itu tidak reda. Selalu kebobrokan manusia disebabkan oleh perkawinan penyakit yang berada di dalam diri manusia, dengan penyakit dari luar dirinya yang memanfaatkan penyakit manusia itu.
Kehancuran Kerajaan Besar itu, kemudian diteruskan oleh kehancuran demi kehancuran yang berlangsung di tanah dan hamparan pulau-pulau yang sama, disebabkan oleh perkawinan yang sama. Penyakit dari dalam itulah bencana kedua: pertentangan kepentingan di dalam lingkar keluarga Kerajaan. Ketidakmampuan untuk mengelola perbedaan dan versi-versi kebenaran.
Bencana ketiga adalah kekuatan dari luar jauh di Barat yang memang sejak tujuh abad silam melakukan ekspansi besar-besaran untuk mem-Barat-kan Timur dan seluruh isi bumi. Mereka memang “tidak akan rela kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”. [1] (Al-Baqarah: 120).
Sepanjang hidupnya Pemuda Wali itu hingga jauh melewati satu abad, ia abdikan untuk menata daya tahan, mendistribusikan kekuatan-kekuatan agar tercipta formasi pertahanan bagi bangsanya, terhadap ekspansi, serbuan, timpaan, kolonisasi, imperialisasi yang berasal dari “ketidakrelaan” dari Barat itu.
Sejak abad 14 hingga 21 sekarang ini seluruh perjalanan sejarah ummat manusia, terutama di belahan timur bumi, dikendalikan oleh himpunan strategi, rekayasa, mobilisasi dan kolonisasi, dan imperialisasi yang berangkat dari ketidakrelaan Barat kepada Timur.***