Hilangnya Manusia di Zaman Berhala
Segmen dialog dibuka. Enam pertanyaan dilontarakan jamaah. Mulai dari apakah sistem pendidikan kita salah. Bagaimana menjadi guru yang sebenarnya. Bagaimana mengkomunikasikan keadaan yang tak kita harapkan kepada Allah. Bagaimana supaya kita tidak malu dengan budaya diri kita sendiri. Hingga, konsep hidup manusia itu seperti apa.
Mbah Nun membabarkan pijakan dasar yang Beliau sebut mata air atau sumber, bukan jawaban ombak. Dari dan di mata air itulah diharapkan penanya bisa mendapatkan jawaban masing-masing.
Jawaban mata air itu adalah: Pendidikan untuk manusia ataukah manusia untuk pendidikan? Pembangunan untuk manusia ataukah manusia untuk pembangunan? Rakyat untuk pemerintah ataukah pemerintah untuk rakyat? Setelah jamaah paham bahwa sesungguhnya yang benar adalah pendidikan, pembangunan, dan pemerintah itu untuk manusia dan rakyat, sementara keadaan atau kenyataannya sebaliknya, di situ jawaban bisa dibayangkan.
Secara umum memang sulit mengelak dari arus pendidikan dan pembangunan yang meletakkan manusia untuk dihidangkan kepada pembangunan dan industrialisasi, tetapi harus selalu dicari peluang-peluang agar tetap bisa selamat sebagai manusia. Seluruh penempuhan keselamatan di zaman berhala materialisme ini, tentu harus siap untuk tidak berada pada mainstream yang berlaku, siap tidak dipandang oleh mata pandang dunia yang umum, seperti sejarah dan yang dialami oleh Mbah Nun dan KiaiKanjeng sendiri.