“Hidangan Pembuka” Sinau Bareng
Sinau bareng malam ini diterapkan dengan berangkat dari prinsip “hidup itu menjawab pertanyaan”. Dari situ warga diajak Mbah Nun untuk memberikan pertanyaan-pertanyaan tentang Semarang. Pertanyaan dalam melihat perjalanan 470 tahun kota Semarang yang memang pada malam ini sinau bareng kali ini dalam rangka hari jadi kota ini.
Sebagai pijakan, sebelumnya Mbah Nun membawa warga Semarang memasuki melalui pintu “berpikir pahit dulu sebelum manis”. Ruang yang dimasuki adalah Surat Al-Isra` ayat pertama: “subhanalladzi asra bi’abdihi laylan minal masjidil haram ilal masjidil aqsa”. Mbah Nun mengajak ayat tersebut dilihat dari perspektif lain. Bukan tafsir baru, melainkan mentadabburi untuk mencari kebaikan hasil.
Laylan yang selama ini diartikan pada malam hari coba dilihat dari sudut lain. Bahwa laylan dimaknai bersifat malam, bersifat gelap. Kemudian Masjidil Haram jika ditarik kepada keadaan hari ini, ia simbol rasa senang. Berbalik dari keadaan hari ini di Masjidil Aqsa yang membuat kita merasa nelangsa. Dari dua pemaknaan ini, hidup bagaikan perjalanan bolak balik dari senang ke sedih melalui kegelapan karena di hadapan kita hakikatnya gelap. Banyak yang tidak kita ketahui dalam hidup.
“Menghimpun pertanyaan” dan “Tadabbur Al-Isra` ayat 1” menjadi hidangan pembuka yang menggugah selera warga Semarang dalam sinau bareng yang bertemakan Peringatan Hari Jadi ke 470 tahun Kota Semarang dan Isra Mikraj Nabi Muhammad Saw.