CakNun.com

Gua Matematika

Rizky D. Rahmawan
Waktu baca ± 2 menit

Desas-desus terus berangsur menjadi heboh, mencari orang yang seharusnya menahkodai kapal tetapi tidak ada di balik kemudi, tempat di mana seharusnya ia berada. Betulkah sang nakhoda telah meninggalkan kapal? Benarkah, ia lari ke gunung mencapai helipad di atas sana?

Di antara para penghuni kapal yang sedang heboh itu, ada yang memeriksa geladak dan bagian demi bagian di dalam kapal. Dan ada juga yang entah karena saking paniknya atau saking oportunisnya, ada pula yang bersikukuh meninggalkan kapal, menuju puncak gunung. Mencari tahu apakah benar-benar ada landasan helicopters untuk penyelamatan di sana.

Situasi pun terus menjadi heboh, ketika sang nahkoda tak kunjung ditemukan. Namun, selang beberapa waktu, kehebohan pun akhirnya mereda. Kebohahan menjadi reda setelah orang yang mereka cari-cari muncul dari balik rerimbunan ladang. Sang Nahkoda kembali ke kapal dengan memanggul sebatang kayu.

Ia ternyata tidak dari mana-mana, sebab kebanyakan enggan dimintai tolong, sementara yang biasa mau dimintai tolong sudah kelelahan, kemudian sang nahkoda itu turun tangan sendiri mengatasi persoalan yang masih harus diberesi, ia menebas batang pohon sendiri, memanggulnya sendiri, untuk kemudian nembel-nembel bagian di kapal yang masih bolong.

***

Ada rungon-rungon memang, bahwa kelihatannya Tuhan akan absen untuk menghadirkan mekanisme penghancuran sebagaimana mekanisme penghancuran yang pernah terjadi di era Nuh. Kalau dipikir-pikir, rungon-rungon itu bisa benar adanya. Untuk apa Tuhan menghadirkan mekanisme penghancuran umat manusia, wong yang kita lihat hari ini sepertinya tak ada ditemukan satu tanda saja yang menunjukkan bahwa kita tidak sedang menuju arah kehancuran. Tuhan tak perlu berfirman kepada air untuk membuat bah kehancuran, sebab manusia sudah sangat konsisten menempuh tahap-tahap penghancuran dirinya sendiri.

Maka, bisa jadi, kapal itu bukanlah arena penyelamatan dari bencana fisik. Kapal lebih merupakan penyelamatan dari bencana fikriyah; kebodohan. Kapal Maiyah adalah ruang pembelajaran yang terbuka bagi siapa saja yang sungguh-sungguh ingin menyelamatkan diri dari kobodohan. Kita satu sama lain bersegera menuju ke kapal untuk bersama-sama bersegera belajar. Belajar apa saja, di antaranya kita mulai dari belajar bahasa.

Ketika kalimat-kalimat gagal direguk maknanya, kata-kata menjadi najis kandungannya, bahasa menjadi alat produksi pertengkaran yang sangat efektif. Berapa banyak hari ini konflik terjadi berangkat dari kegagalan kita dalam mengilmui bahasa.

Jannatul Maiyah baik yang sudah lama maupun baru merapat di kapal pembelajaran bersama. Diakui atau tidak diakui bisa kita rasakan betapa manfaat besar terasa dari proses redefinisi, dekonstruksi, dan upaya-upaya pembelajaran kita terhadap bahasa. Upaya untuk sungguh-sungguh belajar bahasa akan menjadi rem atas laju penghancuran diri. Satu kata misalnya, mungkin lafalnya sama dengan yang diucapkan kebanyakan orang, tapi di benak dan hati kita berbeda. Maka emosi dan pilihan reaksi tindakannya akan beda.

***

Penghuni kapal yang sudah lebih benar interpretasinya terhadap kapal kemudian tak lagi panik dan heboh, bahkan ketika sang Nahkoda memilih menuju ke dalam gua. Sebab, tidak semua hal bisa dikerjakan dari atas kapal. Memilih masuk ke dalam gua bukan berarti lantas di sana ia hendak tidur sebagaimana intepretasi kita tentang kisah tidur 309 tahunnya pemuda Al Kahfi.

Namun, di dalam gua justru untuk mengerjakan sesuatu. Sesuatu yang justru tidak efektif jika dikerjakan di tengah keramaian. Yakni mengerjakan operasi-operasi urat leher, melakukan intervensi-intervensi yang jika tidak dilakukan secara invisible akan berpotensi sabotase. Semua dihitung dengan cermat, menggunakan rumus-rumus dan tetapan-tetapan. Untuk menemukan bagaimana matematika terbaik dalam menentukan akurasi intervensi di tengah “perang asimetris” yang sedang berlangsung hari ini.

Bagaimana kita menentukan koordinat yang paling presisi. Sehingga kerugian perang bisa diminimalisir, dan durasi perang bisa dipersingkat.

Di dalam situasi perang, banyak pekerjaan justru harus dikerjakan secara tak nampak.

Lainnya

Min Adab-idDunya ilaa Fuad-ilJannah

Min Adab-idDunya ilaa Fuad-ilJannah

Al-Quran Tidak Ikut Pensiun

Alkisah, Allah serius menciptakan Nur Muhammad, sehingga melanjutkannya dengan bikin jagat raya alam semesta beserta penghuninya.

Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib