Gua Kahfi Abad 16
Sebenarnya sejak era awal-awal di Patangpuluhan, sengaja atau tak sengaja Markesot sudah selalu menjelenterehkan tentang logika bahwa Majlis Ulama mestinya terdiri dari banyak Ahli atau Pakar, selengkap mungkin. Ada Ulama Fisika, Ulama Biologi, Ulama Kesehatan, Ulama Astronomi, Ulama Teknologi, Ulama Tata Sosial, Ulama Kenegaraan dan macam-macam lagi.
Juga sesungguhnya setiap era di dalam perjalanan sejarah Kaum Muslimin selalu sudah terjadi dengan sendirinya suatu formasi sosial, proses identifikasi, pemilahan status dan pembagian fungsi: ini adalah petani, yang sana pedagang pasar, yang itu adalah Ulama. Setiap generasi baru lahir dan berkembang dewasa kemudian sudah ada ‘keputusan’ di lingkungan masyarakatnya bahwa itu “adalah Ulama”. Hanya saja sejak abad 16 Masehi, tatkala Kaum Muslimin mulai terdesak hidupnya dari kekuatan dan kekuasaan Kerajaan dan Kesultanan, yang dikooptasi oleh kekuatan Kolonial dari Eropa — Kaum Muslimin mulai berwatak defensif.
“Kalau dicari semacam padanannya, mungkin Kaum Muslimin bangsa kita sejak awal abad 16 itu berposisi seperti Ashabul Kahfi”, kata Cak Sot, “menghindar dari kekuatan yang mereka belum sanggup melawan. Mereka memasuki Gua Sejarah. Ruang remang-remang yang eksklusif. Terlindung tapi juga terputus dialektikanya dengan dinamika dunia”
“Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu. Kemudian Kami bangunkan mereka...” [1] (Al-Kahfi: 11-12).
“Tentu saja penarikan garis konteks ini tidak bisa ditemukan pembenaran tafsiriah historisnya. Paling jauh ini adalah semacam tadabbur kontekstual. Apalagi beberapa tahun atau ‘siniina’ diasosiasikan menjadi beberapa abad. Urusannya bukan kebenaran fakta sejarah, melainkan melahirkan manfaat ilmu dan hikmah atau tidak pagi penggunanya”, Cak Sot menjelaskan.