CakNun.com

Generasi “Sukses”

Hanifah Mustika Wati
Waktu baca ± 2 menit

Di zaman online ini, intensitas interaksi, komunikasi, quality time anak-orang tua semakin berkurang. Anak-anak generasi sekarang lebih senang online dengan peralatan canggih dan modern. Padahal dari orang tualah kita bisa mendapatkan banyak hal yang membuat kita tak perlu menunggu tua untuk menyadari bahwa semua ini adalah tipuan.

Di setiap sudut kehidupan ada tipuan. Tipuan bukanlah sebagai objek namun dari tipuan itulah terbentuk kehidupan. Kita sekarang berada dalam tipuan, kita melihat bagian yang di luar dari kita adalah suatu keindahan, yang tak kita kenal adalah kebenaran, yang sesaat adalah kenikmatan, yang tak berinteraksi dengan kita adalah kenyamanan. Kita berusaha mengejar segala sesuatu di luar diri kita yang sebenarnya berarti juga kita mengharapkan menikmati tipuan dan tipuan lagi.

Pelajar menganggap belajar di sekolah menjenuhkan, sehingga berharap segera bekerja dan saat sudah bekerja ternyata semua adalah tipuan dan sandiwara, begitupun kehidupan pernikahan, rumah tangga, dan seterusnya. Tak luput pula kehidupan bernegara, kita memandang Negara lain begitu indah, ternyata semua tak seindah yang dibayangkan. Bagaimana tidak, memang tiadalah kehidupan ini melainkan senda gurau dan main-main.

Tentang hubungan dengan orang tua, dari interaksi Pakde Paklik dan Mbah Markesot inilah saya mendapatkan banyak pelajaran dan pemahaman. Melalui Daur 251 – Pemimpin Tipa-tipu dan edisi daur yang lain. Sebelum kemunculan Junit, Toling, Jitul pun saya merasa berdialog dengan Mbah Markesot dan teman-temannya, serta mendapat pengalaman yang sangat berharga. Apalagi setelah munculnya tokoh Junit dkk yang membuat diskusi dan dialog lebih hidup dan lebih merasuk dengan generasi online kini. Rekan-rekan Markesot memang menambah khazanah warna-warni dalam rubrik Daur dan kehidupan pembaca Daur.

Tingginya dinding pembatas generasi Junit dkk dengan generasi Pakde Paklik yang juga saya alami sekarang terbukti dengan keadaan sekarang ini di mana lebih memilih untuk beronline ria. Namun di Maiyah tidak saya temui semacam itu. Di Maiyah saya belajar bersama generasi Junit dkk, Pakde Paklik dan Mbah Markesot sekaligus. Semua generasi membaur menjadi satu, tak penting berapa usia, jenis kelamin, latar belakang, yang penting bersama-sama belajar dan merabuki tanaman di Jannatul Maiyah.

Setiap zaman ada tantangannnya sendiri, dan salah satu tantangan sekarang adalah kesulitan mendapat figur idola. Anak sekarang kesulitan mencari figur idola yang ada di dekat mereka. Terbiasa menyebutkan nama-nama motivator, tokoh dongeng, tokoh fiktif, tokoh film, para penemu, dll sebagai tokoh idola. Padahal idola-idola tersembunyi juga bertebaran di lingkungan sekitar mereka. Aktivitas rutin adalah menonton video-video motivasi dan membaca buku motivasi. Memang motivasi penting dalam kehidupan kita, namun sebenarnya motivasi itu ada dalam diri kita sendiri. Melalui website ini saya menemukan banyak motivasi yang tidak berjudul motivasi, terutama dalam Rubrik Daur.

How to be successful person” adalah tekanan bagi generasi saya, Junit, dkk. Tekanan entah dari mana yang memaksa kita untuk menjadi succesfull person, rich person. Itulah yang membuat saya bingung harus bertanya kepada siapa tentang “apakah kita harus menjadi kaya?”. Akhirnya saya dapatkan juga jawabannya di rubrik Daur.

Tak perlu lah susah payah mendapatkan motivasi-motivasi karena semenjak ada Rubrik Daur saya cukup meluangkan waktu lima menit dalam sehari untuk membaca edisi yang terbit setiap hari. Daur menggiring kita agar tidak menelan mentah-mentah motivasi karena Daur bagaikan bahan mentah yang membuat kita memprosesnya terlebih dahulu.

Sekarang, Daur I telah lengkap bulatan/daurnya, yang berlanjut putaran berikutnya Daur II, dan saya tetap bisa menikmati dengan media Tadabbur Daur ini. Lima menit dalam sehari di tahun 2016 merupakan penyemainan bibit-bibit tanaman di Jannatul Maiyah, dan di tahun 2017 ini bibit itu coba mulai ditanam, disiram, dan dirabuki dengan mentadabburi Daur. Untuk menanamnya pun tak perlu kesulitan mencari lahan, sebab lahan dan media tanam telah tersedia di rubrik Tadabbur Daur ini.

Lainnya

Meng-Hakim-i Pluralisme

Meng-Hakim-i Pluralisme

Meng-Hakim-i bukan menghakimi, pluralisme bukan pluralitasnya. Meng-Hakim-i maksudnya di sini adalah menempatkan kesadaran Al-Hakim kepada objek yang sedang kita bedah bersama.

Muhammad Zuriat Fadil
M.Z. Fadil