Gelap Gulita Markesot
Pakde Sundusin menyela dengan menjelaskan kenapa Mbah Sot selama ini banyak menghilang. Karena sejak puluhan tahun silam dia selalu mengalami kerepotan oleh anggapan banyak orang bahwa “Markesot adalah teman semua orang”, “Markesot adalah milik semua golongan”. Padahal dia tahu peta keadaan sosial masyarakat dan Negara tidak datar dan sederhana seperti itu.
Markesot tidak berani menerjang pagar Tuhan: “Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu orang lain untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”. [1] (Al-Mumtahanah: 9).
Dan tahun-tahun terakhir ini komplikasi keadaan itu semakin memuncak: “Dan sesungguhnya benar-benar mereka hampir membuatmu gelisah di Negerimu untuk mengusirmu daripadanya, dan kalau terjadi demikian, niscaya sepeninggalmu mereka tidak tinggal, melainkan sebentar saja. [2] (Al-Isra`: 76).
Markesot tidak terlalu mengkhawatirkan keterancaman massal yang dirasakan oleh penduduk Negerinya. Tetapi ia sangat sukar meletakkan dirinya. Maka sejak dahulu ia punya kecenderungan untuk menggelapkan siapa dirinya. Ia tenggelamkan semua perannya di lubuk kegelapan. Siapa ia, apa identitasnya, seberapa ragam dan luas dan mendalam peran-perannya, ia pelihara di keremangan.
Bahkan kehidupan pribadi dan keluarga Markesot sangat gelap gulita. Kebahagiaan dan kesengsaraan hidupnya pun tersembunyi di balik dinding kegelapan. Markesot selalu hanya sosok yang remang-remang.