Do = Cinta = Benci
Seorang tokoh yang pernah mengenal dunia musik mungkin menjawab: “Do adalah nada pertama dalam susunan Solmisasi”. Lainnya agak detail: “Do adalah nada sebelum Ré sebelum Si dalam susunan baku nada musik Barat”. Sejumlah praktisi musik menjawab lebih aplikatif: “Do pada C-mayor beda dengan Do = E-minor”.
Do tidak bisa ada, menjadi Do atau disebut Do karena diri Do itu sendiri. Do tidak bisa meng-ada atau berbunyi sebagai Do tanpa ada unsur-unsur lain yang bukan Do yang hadir sebagai satu kebersamaan. Do bukan terutama eksistensi, melainkan posisi. Do bukan ekspresi otentik dan mandiri, melainkan bagian dari suatu susunan fungsi.
Do disebut Do semata-mata karena berkaitan dengan Ré atau Si dan titik-titik nada lainnya dalam suatu interval atau jarak ketinggian atau kerendahan nada. Do eksis sebagai Do sepanjang ia berada dalam suatu silaturahmi dengan nada-nada lainnya. Tanpa interval-interval silaturahmi itu Do hanyalah setitik bunyi, yang tidak bisa disebut atau menjadi Do.
Do juga bukan suatu eksistensi tertentu yang permanen, yang terletak di suatu koordinat ruang dan waktu tertentu. Titik atau koordinat manapun bisa menjadi Do, juga bisa menjadi Ré atau Mi bergantung pada pola perhubungan intervalnya di antara koordinat-koordinat itu.
Maka kalau diandaikan Do adalah kebencian, tidak bisa disimpulkan Do = kebencian. Sebab ia kebencian atau bukan tidak ditentukan oleh bunyi Do, melainkan dilihat dari peta intervalnya dengan titik-titik nada yang lain. Demikian juga Mi atau Sol terkadang bisa berfungsi mengekspresikan cinta, bisa juga mengungkapkan benci. Bergantung pada peta interval dan keseluruhan aransemennya.
Ketika berada di tangan manusia, Do berhadapan dengan risiko sifat-sifat dan kepentingan manusia. Mungkin kasih sayang, mungkin egosentrisme. Mungkin kebersamaan, mungkin monopoli. Mungkin kenikmatan persaudaraan, mungkin Machiavelisme. Mungkin keikhlasan dan kejujuran, mungkin kedengkian dan kecurangan.
Kalau berada di genggaman tangan manusia yang kerdil jiwanya karena sangat menyembah dunia, maka kapan saja Do bisa diangkut sebagai bukti materiil Ujaran Kebencian, untuk menghajar atau memusnahkan siapapun yang dibencinya. Undang-undang tentang Ujaran Kebencian dirancang oleh kumpulan manusia yang penuh kebencian kepada siapa saja yang dianggapnya merupakan penghalang bagi nafsu kekuasaan dan api keserakahannya.
Jika kumpulan manusia semacam itu berkuasa di suatu Negara, maka ciri utama perilaku kekuasaan mereka itulah yang membuat Allah mewanti-wanti ummat manusia: “Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu berbuat tidak adil...”. [1] (Al-Maidah: 8)